Nusantarakini.com, Jakarta –
Survei yang dilakukan masa-masa akhir kampanye menjelang Pilkada DKI Jakarta 19 April 2017 yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA usai sudah. Hasilnya, pasangan calon (paslon) nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno menang telak diadu dengan paslon nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat. Anies- Sandi memperoleh 51,4 persen, Ahok-Djarot 42,7 persen, dan yang belum menentukan 5,9 persen.
“Sisa enam hari ini menentukan. Jika tak ada blunder fatal di kubu Anies-Sandi, tak ada pula Big Bang yang menggetarkan di kubu Ahok, dengan asumsi pilkada bersih dan jujur, juga pola golput yang normal, yang tak mencoblos di kubu Anies dan Ahok terbagi proporsional, besar kemungkinan Jakarta akan punya gubernur baru,” kata founder LSI, Denny JA, dalam siaran pers, Kamis (13/4/2017).
“Per hari ini, semua survei yang dipublikasikan resmi, semuanya menunjukkan Anies- Sandi unggul. Setidaknya sudah ada lima lembaga survei yang secara resmi sudah mempublikasikan Riset nya,” imbuh Denny.
Menurut Denny, di samping LSI Denny JA, juga SMRC, Media, Pollmark, SDI sudah mengumumkan temuan mutakhirnya. Dalam semua publikasi survei itu, Anies-Sandi di atas Ahok-Djarot dengan selisih terendah di SMRC (sekitar 1 persen), dan tertinggi di LSI Denny JA (sekitar 8 persen). Per hari ini, kata dia, tak ada satu pun lembaga survei yang mengumumkan Ahok-Djarot unggul di atas Anies-Sandi.
Survei LSI dilakukan pada tanggal 7 – 10 April 2017 di Jakarta, secara tatap muka terhadap 440 responden. Responden dipilih dengan menggunakan metode multistage random sampling. Margin of Error survei ini plus minus 4.8%.
Denny mengaku, survei ini dibiayai dengan dana sendiri, dan dilengkapi pula dengan riset kualitatif (FDG/focus group discussion, media analisis, dan indepth interview).
Dibandingkan dengan survei LSI Denny JA di bulan Maret 2017, kedua pasang calon sama-sama mengalami kenaikan. Di bulan Maret 2017 elektabilitas pasangan Anies-Sandi sebesar 49.7 %. Di bulan April 2017, mengalami kenaikan sebesar 1.7 % menjadi 51.4 %.
Sementara pasangan Ahok-Djarot, di bulan Maret 2017, elektabilitasnya sebesar 40.5 %. Di bulan April 2017 kenaikan sebesar 2.2 % menjadi 42.7 %.
Ketika data elektabilitas di-breakdown ke beberapa segmen pemilih penting, terlihat kedua pasangan calon saling mengalahkan di kategori pemilih tertentu.
Di segmen pemilih Muslim, populasi pemilih terbesar, pasangan Anies-Sandi unggul dari pasangan Ahok Djarot. Anies-Sandi memperoleh dukungan sebesar 56.6 %, sementara pasangan Ahok Djarot memperoleh dukungan sebesar 37.2 %.
Tapi di segmen pemilih non-muslim, pasangan Ahok-Djarot unggul mutlak. Pasangan ini memperoleh dukungan sebesar 91.3 %. Sementara Anies-Sandi hanya memperoleh dukungan sebesar 5.7 %.
Pemilih minoritas jauh lebih solid (di atas 90 persen) mendukung Ahok-Djarot, ketimbang pemilih Muslim (di bawah 60 persen) mendukung Anies-Sandi. Walau yang nampak permukaan dan menjadi berita acapkali mobilisasi pemilih Muslim, namun hasil nyata justru pemilih non- Muslim yang lebih solid berkubu.
Di segmen pemilih berdasarkan usia, Anies-Sandi unggul di hampir semua segmen usia kecuali di pemilih lansia (diatas 50 tahun). Misalnya di pemilih pemula (early voters), mereka yang berusia dibawah 19 tahun, Anies-Sandi memperoleh dukungan sebesar 59.3 %. Sementara pasangan Ahok-Djarot memperoleh dukungan sebesar 33.9 %. Di pemilih lansia, Ahok-Djarot justru unggul. Di kategori usia ini, Ahok-Djarot memperoleh dukungan sebesar 52.0 %, sementara pasangan Anies-Sandi memperoleh dukungan sebesar 43.1 %.
Di segmen pemilih berbasis tingkat pendidikan, dukungan kedua pasangan calon pun berbeda secara diametral. Mereka yang berpendidikan rendah (hanya tamat SLTA atau dibawahnya) umumnya lebih mendukung pasangan Anies-Sandi. Sementara di segmen pemilih berpendidikan tinggi, Ahok-Djarot cukup perkasa.
Namun untuk semua pemilih berdasarkan segmen ekonomi, kelas menengah atas dan bawah, terjadi perubahan signifikan. Untuk pertama kalinya Anies mengungguli Ahok di pemilih kelas menengah atas. Ini kemajuan paling penting bagi team Anies Sandi.
Mengapa kedua pasang calon menaik dukungannya? Mengapa Anies-Sandi masih di atas Ahok? Mengapa untuk pertama kalinya di pemilih kelas menengah ke atas Anies juga mengungguli Ahok?
Pertanyaan di atas dijawab Denny, bahwa lima isu di bawah ini punya efek elektoral yang besar, dan sangat menentukan naik-turunnya suara kandidat. Ada 2 (dua) isu menguntungkan Ahok-Djarot. Dan ada 3 isu menguntungkan pasangan Anies-Sandi.
Pertama, tingkat kepuasaan publik terhadap kinerja Ahok sebagai gubernur cukup baik. Survei ini menunjukan tingkat kepuasaan publik terhadap kinerja Ahok masih diatas 70 %, tepatnya sebesar 73.0 %. Dengan kepuasan publik yang cukup tinggi, Ahok seharusnya lebih mudah mengkonversinya menjadi dukungan.
Kedua, meskipun masih mayoritas namun pemilih yang menilai Ahok menista agama cenderung menurun. Saat ini mereka yang menilai Ahok menista agama terkait kasus Al Maidah ayat 51 sebesar 52.3 %. Pada Maret 2017, mereka yang menilai Ahok menista Agama sebesar 53.3 %.
Jika tren prosentase yang menilai Ahok menista agama menurun, peluang Ahok untuk didukung makin besar. Tapi mengapa Ahok tetap dikalahkan? Tiga isu ini di bawah ini yang bekerja.
Pertama, prosentase pemilih yang menginginkan gubernur baru masih tinggi. Survei April 2017 menunjukan sebesar 54.1 % pemilih ingin gubernur baru. Makin tinggi sentimen ingin gubernur baru, makin tinggi pula dukungan untuk Anies-Sandi.
Mengapa ingin gubernur baru padahal puas dengan kinerja gubernur lama?
Variabel kedua ini jawabanya. Mereka yang tak rela Jakarta dipimpin oleh gubernur tersangka masih mayoritas. Survei menunjukan 55.4 % publik menyatakan mereka tak rela gubernurnya seorang tersangka penista agama. Hanya 26.9 % yang menyatakan mereka tidak masalah dengan status tersangka seorang gubernur.
Kepuasan yang tinggi atas kinerja Ahok terganjal “masalah hati.” Isu penistaan agama walau menurun tapi tetap mayoritas. Analisa lebih jauh dari sentimen agama ini sebenarnya lebih kompleks. Di samping menang ada elemen agama, ia juga menjadi katup kemarahan dari isu lain. Termasuk di sana isu keadilan sosial, ketidak sukaan atas personalitas Ahok yang dianggap arogan dan kadang sangat kasar di muka publik.
Ketiga yang baru dalam putaran kedua adalah isu yang menyamankan segmen pemilih ekonomi menengah atas. Untuk pertama kalinya Anies unggul dibandingkan Ahok di segmen ini. Ini sebuah pencapain karena hasil dari perubahan citra Anies-Sandi di kalangan segmen ini.
Isu merawat keberagaman yang berkeadilan sosial dan lebih menjamin stabilitas mulai didengungkan Anies-Sandi. Selama ini kampanye Anies Sandi di “frame” media dan lawannya terlalu ke kanan, sektarian. Itu tak membuat nyaman pemilih kelas menengah yang inginkan apresiasi pada keberagamam dan kebebasan.
Beredar video dari team Anies yang menjadi viral ingin menjadilkan mesjid ajang kampanye mengalahkan Ahok. Bagi kelas menengah, ini mungkin langkah cerdas tapi tak membuat nyaman dan membuat mereka justru menjauh dari Anies-Sandi.
“Team Anies mengubah tone kampanye putaran kedua. Ini perubahan strategi yang gemilang. Ia rangkul semua pemilih dengan menguatkan rasa persatuan. Bahkan Prabowo merekam pesan dalam video yang dishare luas: Saya akan menjadi orang pertama yang menurunkan Anies Sandi jika mereka tidak merawat keberagaman. Saya akan menjadi orang pertama yang menurunkan mereka jika mereka tidak setia pada konstitusi, NKRI dan Pancasila,” terang Denny.
Denny melanjutkan, isu keberagaman yang berkeadilan ini mengimbangi nada sumbang. Kini model kampanye Anies-Sandi lebih powerfull: peka dan mengapresiasi keyakinan orang banyak. Sekaligus ada jaminan merawat keberagaman.
“Anies sekaligus mengkontraskan dirinya terhadap Ahok. Sama-sama pro keberagaman, tapi Anies lebih superior. Gagasan merawat keberagamannya lebih kental menekankan keadilan sosial, dan jaminan persatuan serta stabilitas politik. Dikesankan jika di bawah Ahok, segmen yang tak puas kasus penistaan agama itu akan terus bergolak. Jakarta bukan bersatu tapi terbelah,” terangnya.
Akankah Jakarta punya gubernur baru? Akankah Ahok dikalahkan? Semua survei menunjukkan Anies-Sandi unggul. Lima lembaga survei, lima limanya menunjukkan Ahok di bawah Anies. Sampai rilis ini dibuat, kata Denny, tak ada satu pun lembaga survei yang menyatakan Ahok unggul.
“Namun pilkada kadang sama seperti sepak bola. Di World Cup tahun 1958, Argentina favorit juara. Dunia tercengang ketika team favorit itu dikalahkan team underdog Czechoslovakia 6 versus 1 pula,” ujar Denny membandingkan.
“Istilah tersebut kemudian dipopulerkan: bola itu bundar. Karena bundar, ia bisa menggelinding kemanapun secara mengejutkan,” imbuh Denny.
“Apakah pilkada Jakarta kali ini hasilnya juga ‘bundar,’ mengejutkan? Yang jelas, per hari ini semua lembaga survei mempublikasikan Anies Sandi yang unggul,” tandasnya memungkasi. (mc)