Nusantarakini.com, Jakarta –
Amerika sebenarnya negara-alat para kartel minyak, keuangan dan kartel senjata internasional. Jika kartel minyak menginginkan harga bagus, maka mereka menyuruh Amerika meletuskan perang. Sebab dengan peranglah harga minyak dapat direkayasa meroket dan produksi senjata yang biasanya sepaket dengan konsumsi minyak meluap ke pasaran, baik legal maupun ilegal. Inti prinsip ekonomi minyak dan senjata adalah instabilitas dan kecemasan yang menghinggap umat manusia. Dan hanya segelintir kartellah sebenarnya yang menikmati penjualan minyak dan senjata tersebut. Dari dulu, Amerika menjalankan plot keji ini.
Seperti yang diketahui, sebelum serangan mendadak Amerika ke Suriah ini dengan dalih adanya penggunaan senjata kimia, tren harga minyak di pasaran internasional lagi jelek-jeleknya.
Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Rabu (22/3) bahwa persediaan minyak mentah negara itu naik hampir lima juta barel menjadi 533,1 juta barel pekan lalu, jauh melampaui perkiraan untuk peningkatan 2,8 juta barel.
Para analis mengatakan peningkatan produksi juga menekan pengurangan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Meim berkurang USD0,34 menjadi menetap di USD47,70 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Mei, turun USD0,08 menjadi ditutup pada USD50,56 per barel di London ICE Futures Exchange.
Namun setelah berita serangan mendadak Amerika tersebut yang memicu kecemasan di seluruh dunia, harga minyak langsung melompat.
Seperti yang diberitakan okzone.com, harga minyak dunia berakhir lebih tinggi pada Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah serangan rudal AS ke pangkalan udara militer Suriah memicu ketidakpastian geopolitik di kawasan kaya minyak.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei, bertambah USD0,40 menjadi menetap di USD52,10 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Juni, naik USD0,35 menjadi ditutup pada USD55,24 per barel di London ICE Futures Exchange.
Harga minyak mentah naik untuk sesi keempat berturut-turut pada Jumat (7/4), menyusul berita serangan rudal AS, dan diperdagangkan mendekati level tertinggi satu bulan pada akhir perdagangan.
Akibat dari serangan ini, Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar, gembira dan mendukung serangan tersebut. Kartel-kartel seperti Shell, BP, Aramco, Exxon Mobile, Conoco Philips, Total, dan seterusnya dipastikan melompat kegirangan. Bahkan mereka berharap krisis di Suriah dengan intervensi militer Amerika yang makin jauh, bisa berlangsung lama.
Dunia memang hakikatnya hanya dikuasai oleh segelintir manusia-manusia rakus. Pertanyaanya adalah apakah Pertamina senang dengan manuver berbahaya Amerika di Suriah itu? (sed)