Nusantarakini.com, Jakarta –
Intisari Tausiyah Rais Am PBNU KH. Ma’ruf Amin dalam Haul ke-38 Almaghfurlah KH. M. Bisri Syansuri dan keluarga besar Ponpes Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang. Selasa (28/3) malam.
1. Almaghfurlah Kiai Bisri Syansuri ini Rais Am (PBNU) betulan, yang memang ‘shahibul maqam’. Sebab beliau memenuhi kriteria faqih, munadzimun, muharrik, wal wara’. Kalau saya ini Rais Am Dlaruri artinya terpaksa karena saya tidak merasa sebagai ‘shahibul maqam’ bahkan ‘aqrab’ (mendekati) pun tidak. Jadi saya ini Rais Am Dlaruri yang min haisu la yahtasib.
2. Saya sangat terkesan dengan al-alim al-allamah Kiai Bisri Syansuri. Pada Muktamar NU di Bandung beliau terpilih sebagai Rais Am dan Kiai Wahab Hasbullah sebagai Wakil Rais Am. Tapi Kiai Bisri tidak mau selama masih ada Kiai Wahab. Tawadlu’nya beliau itu memang luar biasa. Beliau jadi Rais Am setelah Kiai Wahab telah tiada. Inilah teladan yang harus kita wariskan untuk generasi setelahnya.
3. Beliau (Kiai Bisri) juga ulama yang istiqamah untuk i’daadul mutafaqqihina fid din wa rijaalal is lah (mempersiapkan generasi-generasi ahli agama dan tokoh-tokoh gerakan perbaikan) melalui Pondok Pesantren Denanyar.
4. Selain itu, beliau juga konsisten melaksanakan tugas keumatan dan kebangsaan melalui Nahdlatul Ulama. Sebab ulama memang punya tugas keumatan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW menjelang wafat, beliau tidak memperhatikan sesuatu yang terkait dengan keluarganya. Beliau tidak meneriakkan auladi atau azwaji (anakku/istriku), tetapi beliau mengatakan ummati (umatku). Maka keumatan ini menjadi tanggung jawab ulama secara jama’i atau mas’uliyah wathaniyah selain melakukan i’dadu mutafaqqihina fid din sebagai tanggung jawab fardiyah atau mas’uliyah wathaniyah.
5. Sekarang ini tantangan mas’uliyah wathaniyah makin besar. Sekarang ini banyak orang yang sesat dan menyesatkan, maka kita harus menjaga umat dari akidah-akidah yang sesat. Kita harus melakukan himayatul umah dari pemikiran-pemikiran yang menyimpang.
Pertama, pemikiran yang tekstualis atau aljumud alal ma’qulat sebagaimana kata Imam Qarafi. Mereka berpendapat kalau tidak ada teksnya dikatakan bi’dah, dlalalah, fin nar. Padahal menurut Imam Qarafi, justru tekstualis itulah kesesatan yang sesungguhnya.
Imam Haramain juga pernah menyatakan bahwa syariat itu ada kalanya manshusah atau tersurat dalam nash dan ada kalanya ijtihadiyah. Sedangkan sebagian besar syariat itu adalah masalah ijtihadiyah karena nash itu terbatas sementara peristiwa-peristiwa aktual tidak pernah terbatas. Apakah itu masalah sosial, ekonomi, hukum, kesehatan dan sebagainya.
Kedua, pemikiran liberal yang memberikan penafsiran berlebihan sampai-sampai berpendapat bahwa nash bisa kalah dengan maslahat. Misalnya, poligami itu bisa diharamkan karena tidak maslahat, padahal nash Al-Qur’an jelas-jelas membolehkan.
6. Nah bagaimana dengan NU? Pemikiran NU itu laa tekstualian wa laa liberaliyan wa lakin tawasshutiyan, tathowuriyan wa manhajiyan. Pemikiran NU itu tidak tekstualis juga tidak liberal. Tapi pemikiran yang moderat, dinamis dan bermanhaj.
Pemikiran ini juga terlaksana dalam gerakan NU yang mempunyai ciri atau khashaish yaitu:
1. Layyinan atau santun sebagaimana sabda Rasululullah SAW:
فبما رحمة الله فلنت لهم
2. Tathowu’iyan atau mengajak orang dengan suka rela. Tidak pernah NU mengajak orang dengan memaksa, mengintimidasi apalagi meneror.
3. Tasamuh atau toleran. Sebab secara teologis Islam itu toleran tidak egois. Secara tekstual sudah jelas: لكم دينكم ولي دين, kemudian dikembangkan oleh para ulama menjadi lakum madzhabukum wa lana madzhabuna dan kalau dikembangkan lagi menjadi lakum partai-kum wa lana partai una.
4. Tawaddudiyan wa tarohumiyan atau saling mencintai dan mengasihi, tidak saling membenci dan memusuhi. Makanya kita mengenal tiga konsep ukhuwah, yaitu ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukuwah insaniyah. Mestinya ada satu lagi ukhuwah yang harus dilaksanakan, yaitu ukhuwah nahdliyah.
Terakhir, Kiai Bisri ini adalah orang yang baik, alim dan shaleh. Beliau tidak hanya dicintai dan ditaati saat beliau masih hidup. Tapi sampai bertahun-tahun setelah wafat pun beliau masih dicintai, ditaati dan diteladani.
Jadi salah satu pesan yang bisa kita pelajari dari keteladanan beliau adalah: “Ketika lahir, engkau menangis sementara orang-orang di sekitarmu tertawa, maka berjuanglah ketika engkau wafat nanti orang-orang di sekitarmu menangis tapi dirimu sendiri tertawa bahagia.” [mr]
*Dilaporkan langsung dari Pondok Pesantren Denanyar Jombang (afif)