Tausiah

Setelah “Nahi Mangkur”, Kini Ada Lagi “la kalawakalakata ila bililah”. Teguran Allahkah Ini? Lihat Videonya

Nusantarakini.com, Jakarta

Salah ucap terhadap suatu kalimat yang lazim dan biasa diucapkan oleh seorang Muslim, tentu menimbulkan tanda tanya. Kemungkinannya ada dua: pertama, bisa jadi kalimat tersebut tidak terbiasa diucapkan oleh yang bersangkutan. Tatkala dia mencoba mengucapkannya, tidak pas dan malahan keliru besar yang membuat orang jadi geli mendengarnya.

Kemungkinan kedua, sebagai teguran dari Allah. Hal samacam ini biasa terjadi dimana Allah tidak izinkan kalimat-kalimat yang dilekatkan pada Allah diucapkan oleh hamba-Nya.

Adalah biasa, tiba-tiba seorang imam di waktu sholat gagap dan gugup melafalkan ayat-ayat Allah. Barangkali bisa karena pikirannya entah kemana sewaktu melafalkan ayat itu atau karena perbuatan durhaka kepada Allah.

Bagi orang yang menghapal Al-Qur’an paham betapa suatu perbuatan dosa ringan yang dilakukan secara langsung dapat menghapus hapalan Al-Qur’an yang sudah dikuasai sebelumnya.

Tapi terkait orang salah ucap kalimat sakral ini, kita ingin melihatnya dari sudut pandang lain. Tampaknya hal itu teguran dari Allah.

Seperti kasus Nahi Mankur, tentulah itu suatu teguran dari Allah supaya yang bersangkutan ingat dan sadar apa yang dimaksud dengan kemunkaran itu. Kenapa mengucapkan amar ma’ruf yang bersangkutan tidak keseleo lidah, pas mengucapkan nahi munkar, jadi nahi mangkur? Berarti titik kesalahannya adalah di mankur atau di munkar itu. Dengan demikian yang bersangkutan akan terpaksa menyadari apakah itu kemunkaran yang diucapkan jadi mangkur itu.

Demikian juga kali ini tidak main-main. “La haula wala quwwata illa billah” diucapkan dengan “La kalawakalakata ila bililah”. Tentu arti kalimat yang pertama adalah tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah, lalu kalimat yang kedua, tidak bisa diartikan lagi, karena salah ucap.

Uniknya kalimat yang salah ucap ini terkait soal daya dan kekuatan dimana daya dan kekuatan selain Allah itu sebenarnya nihil. Yang maujud adalah kekuatan Allah.

Adakah yang bersangkutan pernah menihilkan kekuatan Allah sehingga kalimat “lahaula” yang lazim itu bisa salah sebut, wallahu a’lam.

Bagi yang peka akal, sebenarnya ini teguran dalam soal bagaimana memperlakukan daya dan kekuatan. Daya dan kekuatan itu milik Allah, manusia hanya minjam.

Apalagi kasus ini terjadi di suatu majelis tanwir yang berisi orang-orang berilmu agama. Tanwir itu sendiri artinya adalah pencerahan atau iluminasi.

Tentulah salah sebut “lahaula” ini yang dilakukan oleh seorang pejabat tertinggi negeri ini merupakan pencerahan yang baik bagi kita untuk menyadari akan maujudnya haula dan quwwata Allah. (sef)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top