Budaya

Nusantara Masih Dijajah, Bumiputeranya Ditidurkan!

Nusantarakini.com, Jakarta – Catatan William Thorn mengungkapkan bahwa penduduk Nusantara memiliki fisik yang kekar. Lalu kenapa sekarang rata-rata ukuran fisiknya kecil dan jauh dari kekar?

Hal ini ada kaitannya dengan penjajahan. Sebelum era penjajahan berlangsung, terutama sebelum era tanam paksa yang mengubah geografis nusantara secara drastis, nusantara merupakan tempat yang makmur.

Baik catatan Tom Pires, Rafles maupun William Thorn, di Nusantara penuh dengan beragam sumber pangan yang melimpah. Dari buah-buahan, sayur-sayuran, daging dan padi-padian. Dari ikan tawar hingga ikan laut, semuanya melimpah. Dari beragam unggas sebagai sumber daging mengandung mutu protein, hingga rusa, kerbau, sapi dan babi. Semuanya merupakan sumber makanan yang gampang diperoleh dan murah. Orang Nusantara merupakan penikmat buah-buahan, daging dan sayur-sayuran. Bandingkan dengan sekarang betapa mahal dan langkanya konsumsi buah-buahan dan daging. Semua merupakan dampak dari penjajahan secara sistematis.

Sungguh mengejutkan menurut Thor bahwa sebenarnya anggur lebih melimpah dan baik tumbuh dan berkembangnya di Jawa ketimbang di Afrika Selatan. Namun karena Belanda menginginkan Anggur tidak perlu berkembang di Jawa, maka dilaranglah budidaya buah ini.

Walhasil, dengan sumber pangan yang melimpah semacam itu, wajarlah jika fisik orang-orang Nusantara dikenal kekar dan kuat.

Namun fisik orang-orang Nusantara berubah seiring makin mahal dan langkany sumber-sumber makanan mereka. Padahal iklim dan tanahnya tetap ada. Yang berubah adalah perintah dan larangan.

Pada masa penjajahan, sumber makanan menjadi mahal dan langka akibat areal tanah milik bumiputera dipaksa tanam dengan tanaman ekspor seperti kopi, tebu, tembakau, karet dan sawit. Sejak itu, dengan drastis terjadilah perubahan pola hidup, kualitas fisik, kualitas otak, dan ruhani penduduk Nusantara. Mereka dijajah makin massif dan represif. Bahkan disebutkan, makan nasi pun semakin sulit.

Tiba-tiba orang Nusantara yang kaya akan sumber pangan, dari buah-buahan, sayur-sayuran, daging, telur, hingga padi-padian, lenyap dari hidup mereka. Ditambah lagi sistem ekonomi yang makin diintensifkannya fungsi sentral uang kertas ciptaan penjajah Eropa, makin lengkaplah kemiskinan penduduk nusantara.

Sekarang apakah perubahan geografis, demografis, budaya dan ekonomi nusantara yang dipaksakan oleh penjajah Eropah tersebut sudah dikoreksi dan dikembalikan kepada sedia kala ketika nusantara makmur dengan sumber makanan? TIDAK!

Lahan-lahan dengan tanaman kelapa sawit, akasia, tambang-tambang raksasa, makin brutal dan rakus sekarang ini. Pelakunya adalah campuran. Ada orang Eropah penjajah sebelumnya, orang Cina yang makin menguat sebagai monopolis perekonomian nusantara, orang-orang bekas pejabat bumiputera yang tamak dan egois dan beragam orang asing yang diundang langsung para penguasa nusantara.

Penjajahan sekarang jauh lebih brutal dan agresif terhadap bumiputera nusantara. Riau sebagai contoh, penduduknya menjadi miskin dan lemah, karena areal-areal tanah mereka yang luas, sejak era penjajahan, Orde Lama, mengganas pada Era Orde Baru dan memuncak pada era sekarang, diubah menjadi hutan kelapa sawit, karet dan pohon-pohon bahan baku kertas.

Di Riau ini contoh nyata perkongsian ganas antara pejabat pribumi yang egois dengan Cina yang rakus. Pejabat-pejabat itu diasuh dan dihadiahi dengan jabatan komisaris atau hadiah saham gratis.

Perusahaan-perusahaan raksasa yang melata di Riau dapat diperiksa adanya pola persekongkolan terkutuk tersebut yang telah menimbulkan penjajahan bagi bumiputera setempat. Bumiputera tersebut kehilangan sumber daya produktif mereka. Kehilangan sumber-sumber pangan mereka yang melimpah seperti yang tersedia sebelum penjajahan merengsek masuk ke bumi Melayu tersebut. Bahkan tenaga mereka tersedot ke kilang-kilang pabrik milik Cina yang dilindungi pejabat bejat pribumi.

Demikianlah menjadi bukti, bahwa penjajahan masih terus berlangsung tanpa henti hingga hari ini.

Fisik bumiputera nusantara yang kekar seperti yang dilaporkan oleh William Thorn pada abad 19, sekarang terlihat kecil dan kurang gizi. Sifat mereka yang dinamis, aktif dan suka menantang risiko, sekarang menjadi pemurung, lesu dan pasif.

Tak ada solusi lain, selain merebut kembali tanah-tanah mereka yang diambil oleh perusahaan-perusahaan raksasa milik asing, cina dan Indonesia yang dilindungi dan dilayani oleh pejabat-pejabat atau mantan pejabat yang suka melihat bangsanya jadi budak di tanah airnya sendiri.

Harus dikembalikan situasi Nusantara seperti sedia kala yang kaya dan melimpah ruah dengan buah-buahan, padi-padian, unggas, daging, ikan dan sayur-sayuran agar manusia pribumi nusantara kembali secara fisik kekar, berwatak aktif dan dinamis, penuh inisiatif dan lepas dari ancaman kemiskinan. Dan untuk hal itu, perlu kuatnya persatuan, kesediaan untuk berkorban, dan kepemimpinan yang dipercaya dari bumiputera.

Penting juga membangun suatu proses pendidikan melalui institusi pendidikan, organisasi dan perkabaran (media) yang bermisi membebaskan bumiputera dari penjajahan yang dilaksanakan oleh persekongkolan pejabat dan pengusaha Cina.

Ketakutan dan kepasifan yang membayangi bumiputera harus dihanguskan dari kesadaran budaya mereka. Agama, yaitu Islam, harus menjadi alat kesadaran dan ruhani yang efektif yang membebaskan bagi mereka, bukan sebagai alat yang meninabobokkan dan mempasifkan hidup mereka. (sed)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top