Nusantarakini.com, Jakarta-
NEGARA YANG TERCORENG:
Sebuah Kesaksian Menjelang Reformasi Jilid 2
SAYA hanya ingin meluruskan kebenaran sejarah saja, info tentang adanya perkosaan massal puluhan, apalagi ratusan perempuan tionghoa pada peristiwa kerusuhan 98, adalah tidak benar sama sekali. Isu ini tampaknya sengaja dihembuskan LSM komprador untuk merusak kridibilltas negara Indonesia dimata Internasional.
13 Mei 98, saya berada di kampus UI Salemba, untuk menyaksikan acara mimbar bebas, yang dihadiri antara lain advokat kawakan Bang Buyung Nasution, tokoh Malari Hariman Siregar, Ketua Iluni UI Hari Ahmadi. Antara pukul 11 siang, pagar pembatas jalan raya di depan kampus UI digoyang-goyang oleh sekelompok massa. Mereka berteriak-teriak, “Hei mahasiswa UI keluar.. Bergabung dengan kami… Mahasiswa UI penakut!”.
Melihat kondisi yang tidak kondusif, acara mimbas bebas yang baru diisi orasi para tokoh nasional dan aktivis tersebut dihentikan dan masing-masing membubarkan diri. Tidak berapa lama kemudian di luar kampus mulai terjadi pelemparan dan pembakaran. Show room yang memasarkan mobil Bimantara, isinya dikeluarkan dan dibakar, diikuti pengrusakan kantor Polsek, penjarahan-penjarahan kantor dan gedung Fuji Film di sekitar lokasi. Hanya gedung BCA disampingnya luput dari sasaran penjarahan karena dijaga ketat aparat bersenjata lengkap
Pengrusakan awal dilakukan segerombolan preman, kemudian baru masyarakat ikut-ikutan. Sebagian barang jarahan ditumpuk ditengah jalan dan dibakar. Pihak tidak dikenal juga menunjukkan selongsongan peluru kepada media asing yg meliput, entah apa maksudnya. Mungkin ingin menunjukan kepada dunia bahwa telah terjadi penembakan-penembakan terhadap orang sipil, ini hanya dugaan saya saja. Saya juga menemukan dan memungut dua selongsong peluru dan sudah saya serahkan kepada volunteer Kontras di kantor LBH, setelah mengisi form testimoni.
Hanya ada satu korban jiwa yang jatuh dari sipil. Peluru bukan berasal dari aparat PHH. Dugaan saya peluru berasal dari aparat kepolisian yang marah akibat kantornya dibakar massa. Saya menyaksikan Kapolsek keluar membawa senapan dan mengokang kearah kerumunan massa.
Menjelang sore, aksi rusuh mereda. Dengan berjalan kaki saya pulang ke kos di Jalan Menteng Sukabumi, karena tidak ada kendaraan umum maupun taksi yang lewat, setelah mampir lebih dahulu ke kantor LBH Jakarta.
Di tengah jalan saya berpikir kerusuhan ini hanya terjadi di daerah Salemba saja, namun betapa mengagetkan ketika diinformasikan bahwa peristiwa serupa terjadi di berbagai titik dan daerah. Sesampai di kos dan membuka saluran tv, berita mengerikan terus mengabarkan bahkan tentang ratusan korban mati terpanggang di Mall Klender.
Malam harinya kantor-kantor polisi gelap gulita, penerangamnya dikatikan. Petugas polisi banyak yang tidak berpakaian dinas seperti biasanya. Kota Jakarta menjadi kota merdeka bagi pengendara, mereka berlalu lalang bebas di jalan raya tanpa harus tunduk pada aturan lalu lintas.
Pasca kerusuhan kota Jakarta lengang dan bagai kota mati. Sampah kendaraan terbakar berserakan di pinggir jalan. Kota Jakarta seperti kota Baghdad pasca serangan biadab negara koalisi AS.
Banyak kisah seram pasca peristiwa kerusuhan. Tetapi tidak ada kejadian pemerkosaan apalagi dalam jumlah massal terhadap etnis perempuan cina. Yang ada korban jiwa ratusan pribumi miskin mati terpanggang di dalam mall, dan berapa korban jiwa tertembak aparat. Ada koran kuning memberitakan arwah-arwah korban yang mati terpanggang itu bergentayangan dan suka usil sama warga setempat.
Puing-puing kendaraan yang dibakar massa berapa minggu teronggok di tepi jalan dan merusak pemandangan indah metropolitan, namun itu bukan menjadi masalah besar. Cukup orang Madura, canda temen. Terlihat dua dan tiga orang membawa las karbit memotong, mengumpulkan dan mengangkut besi-besi itu. Kerjasama yang saling menguntungkan antara petugas kebersihan dan pengais rezeki.
Cerita reformasi terus bergulir. Gelombang aksi mahasiswa dan pendudukan DPR, mundurnya Presiden Soeharto, penolakan pertanggungjawaban Habibie – presiden jenius dan paling demokratis. Terpilihnya Presiden Abdurahman Wahid alias Gusdur, presiden RI yang eksentrik, atas penggalangan koalisi poros tengah di parlemen. Naiknya Megawati sebagai presiden. Dan topeng kepalsuannya mulai terkuak dan bau busuk kekuasaan menyeruak. Partai PDIP pemenang pemilu 1999, orientasi telah bergeser, partainya wong cilik menjadi partainya wong licik. Korup, asset negara dilego, obligor BLBI diampuni. Serta dinamika politik penuh dusta yang dipertontonkan sampai saat ini.
Dari catatan kesaksian semua ini, patut digarisbawahi oleh kita bersama, bahwa saya hanya ingin menegaskan bahwa tidak ada kejadian pemerkosaan etnis Cina pada peristiwa 98. Sungguh mustahil di tengah kebakaran hebat, ada tindakan pemerkosaan. Jangankan burung, tubuh kita pasti mati lemas dan kekeringan menahan hawa panas api kebakaran, apalagi disinyalir terjadi di daerah jalan protokol Sudirman yang tidak pernah tersentuh dampak kerusuhan.
Misteri dan teka teki tentang berita pemerkosaan baru terpecahkan. Data hoax ini diperoleh oleh LSM komprador dari Kedubes AS, dimana WNI keturunan yang ingin mendapat visa banyak mengajukan diri sebagai pemohon suaka politik. Mereka mendaku korban kerusuhan dan pemerkosaan 98. Kebijakan pemerintah AS memberikan fasilitas bagi korban politik untuk tinggal di negaranya.
Inilah salah satu bentuk pengkhianat WNI keturunan. Demi secuil materi, mereka rela mengorbankan nama baik bangsa dan negara-nya.
Salam Alumni 13 Mei 98
M. Amin
Pengamat politik dan hukum (mc)