Analisa

Pengangguran Meningkat, Ahok Gagal Pimpin DKI. Ini Alasannya

Nusantarakini.com, Jakarta-

Evaluasi Kepemimpinan Pemda DKI Jakarta

oleh: Muchtar Effendi Harahap

Duet Joko Widodo (Jokowi) – Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok secara mengejutkan terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 dalam Pilkada 2017. Jokowi-Ahok yang diusung PDI-P dan Partai Gerindra menaklukkan Gubernur petahana DKI Fauzi Bowo alias Foke yang berpasangan dengan Ketua DPD Partai Demokrat DKI Nahcrowi Ramli, yang diusung Partai Demokrat dan PPP.

Jokowi tidak menyelesaikan tugasnya sebagai gubernur, karena terpilih menjadi Presiden ke-7 RI pada Pilpres 2014. Ahok kemudian naik kelas menjadi gubernur menggntikan Jokowi. Ahok dilantik menjadi Gubernur DKI oleh Presiden Jokowi pada Senin, 19 November 2014.

Pada Oktober 2016 Ahok mengambil cuti karena maju sebagai calon gubernur DKI pada Pilkada 2017. Ia berpasangan dengan politisi PDI-P yang juga Wakil Gubernur petahana DKI Djarot Syaiful Hidayat. Duet Ahok-Djarot diusung PDI-P, Nasdem, Golkar, dan Hanura.

Semula survei yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei menyebut elektabilitas Ahok paling tinggi dibanding calon-calon gubernur lainnya. Namun, setelah Ahok tersandung kasus hukum gara-gara ucapannya yang diduga menista agama Islam, elektabilitasnya turun drastis.  Tingkat elektabilitas Ahok-Djarot di bawah Agus Harimurti-Yudhoyono-Sylviana Murni, dan di atas Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI dan calon gubernur DKI  Ahok melakukan kampanye terselubung dalam sebuah acara di Kepulauan Seribu, Selasa (27/9/2016). Ketika itu Ahok antara lain mengatakan, “… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”

Ucapan Ahok tersebut  membuat umat Islam tersinggung dan melaporkan dirinya ke polisi. Selain itu umat Islam yang dikoordinir oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia  (MUI) berunjuk rasa yang dikemas dengan nama Aksi Bela Islam pada Jumat (14/10), Aksi Bela Islam 2 pada Jumat (4/11), dan Aksi Super Damai Bela Islam 3 pada Jumat (2/12). Para demonstran menuntut aparat penegak hukum menangkap dan memenjarakan Ahok.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menetapkan mantan Bupati Belitung Timur itu sebagai tersangka dugaan penistaan agama pada Rabu (16/11). Statusnya kemudian berubah menjadi terdakwa ketika Ahok menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang menempati eks gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl. Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12).

Dalam sidang tersebut setelah pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum, Ahok langsung membacakan eksepsi atau nota keberatan. Dan ia memanfaatkan sidang tersebut untuk berkampanye. Ahok menuding  oknum-oknum elite politik  menggunakan ayat-ayat Al-Quran, karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program, dan integritas pribadinya. Menurut Ahok, mereka berusaha berlindung di balik ayat-ayat suci itu, agar rakyat dengan konsep “seiman” memilihnya. Ia mengklaim sukses memimpin DKI.

Ahok gagal memimpin DKI, dan tidak layak menjadi gubernur lagi. Salah satu indikator kegagalan Ahok adalah meningkatnya angka pengangguran.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Muchtar mengungkapkan, angka pengangguran sebelum era Ahok di bawah rata-rata nasional, yakni 12-14%. Pada tahun 2009 angka pengangguran sebesar 12,15%, lalu menurun menjadi 11,05% (2010), 10,80%  (2011) dan 9,87 % (2012).

Sedangkan di era Ahok angka pengangguran menurun, tetapi masih di atas rata-rata nasional, yakni 9,02% pada tahun 2013, sedangkan rata-rata nasional 7,4%. Tahun 2014 angka pengangguran di DKI sebesar 8,47%, sedangkan pengangguran tinggkat nasional 7,2%. Lalu pada Februari 2015 angka pengangguran di DKI sebesar 8,36%, sedangkan angka pengangguran tingkat nasional 7,6%.

“Pengangguran di DKI Jakarta dan Provinsi Banten terbesar di Indonesia”.

 

*Prof. Muchtar Effendi Harahap, pengamat politik dari Network for South East Asian Studies (NSEAS)

Muchtar termasuk salah seorang yang aktif mengampanyekan agar jangan memilih Ahok. Ia mengajak umat Islam memilih gubernur muslim. Kampanye tersebut selain dilakukan di berbagai diskusi dan seminar, juga dilakukan lewat buku. Muchtar salah seorang penulis buku Kami Melawan: Ahok Tak Layak Jadi Gubernur yang diluncukan pada Oktober 2016, dan buku Issue Strategis Jakarta Era Ahok yang diluncurkan pada November 2016. Seperti dikutip dari Obsessionnews.com. (mc)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top