Nusantarakini.com, Jakarta –
Bukannya banjir simpati dari umat Islam yang didapat Hary Tanoe dengan mendirikan Yayasan Peduli Pesantren (YPP) malahan banjir proteslah yang diterima.
Setelah komunitas pesantren di Padang Panjang menolak keras upaya Hary Tanoe mendekati kalangan pesantren dengan insentif bantuan keuangan, giliran Gus Solah pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng yang akhirnya mundur dari kepengurusan Yayasan tersebut.
Gus Solah memandang langkah Hari Tanoe mendirikan Yayasan tersebut sarat nuansa politis. Di samping itu Gus Solah merasakannya terlalu terburu-buru.
Dengan mundurnya Gus Solah, tentu memukul secara moral keberadaan Yayasan tersebut.
Selama ini masyarakat melihat manuver Hary Tanoe mendekati pesantren sebagai benteng terakhir umat Islam terkesan ada pamrih politis terselubung, mengingat Hary Tanoe merupakan Ketua Partai. Partai sendiri jelas mengincar suara.
Di samping itu, tindakan Hary Tanoe yang masuk ke mesjid-mesjid dan memakai simbol-simbol religius Islam membuat orang banyak tersinggung.
Nasihin Ahsanto, seorang yang lama dididik di dunia pesantren menyesalkan langkah-langkah Hary Tanoe yang kelewat batas. “Dia terlalu jauh masuk ke area sensitif umat Islam, yaitu harga diri umat,” ujarnya.
Lebih lanjut aktivis Santri ini juga mengatakan, bahwa keberadaan siapa pun itu harus menjamin tiga hal, yaitu darahnya, hartanya dan kehormatannya.
“Dalam hal ini siapapun yang peduli mengembangkan pesantren harus dengan cara yang elegan tidak dengan merendahkan harga diri umat melalui bantuan-bantuan saja, ” tegas Nash.
“Harusnya dia dapat memahami kondisi psikologis umat Islam. Apalagi saat ini setelah Aksi Bela Islam yang fenomenal itu, umat Islam tentu akan semakin sensitif terhadap setiap upaya yang dapat menyinggung urusan agama mereka. Bagaimana pun HT ini kan belum Islam. Tapi dia kesengsem mengurusi urusan orang Islam. Ada apa?” pungkasnya. (sed)