Nusantarakini.com, Jakarta-
LBH Solidaritas Indonesia (SI) memberikan penjelasan terkait tuduhan makar dan penangkapan terhadap Mayjen Purn. Kivlan Zen serta 9 tokoh politik/aktivis lainnya pada dini hari Jumat 2 Desember dengan tuduhan makar (pasal 107 jo pasal 110 jo pasal 87 KUHP) oleh pihak Polda Metro Jaya,
Direktur LBH SI, M Taufik Budiman menerangkan, sekitar pukul 10.30 wib, Jumat 2 desember 2016, Tim Lawyer LBH SI telah berada di Mako Brimob dan menyatakan siap mendampingi Kivlan Zen pada kasus tersebut.
Menurut Budiman, meskipun awalnya sempat ditolak dan tidak diijinkan menemui Kivlan Zen, namun setelah shalat Jumat, pihak Kasubdit Kamneg Polda Metro Jaya mempersilahkan tim pengacara masuk ke Mako Brimob menemui dan mendampingi pemeriksaan terhadap mantan Kepala Staf Kostrad TNI AD itu.
Kepada penyidik, Budiman menjelaskan bahwa Mayjen Kivlan Zen adalah merupakan Tim Ahli dan Konsultan Politik di LBH SI dalam penanganan kasus Gugatan Pembatalan Amandemen UUD 1945 yang diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang tercatat dalam register perkara No. 360/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST tanggal 13 Agustus 2015.
“Proses gugatan pembatalan amandemen ini sudah berjalan lebih dari satu tahun, sejak Agustus 2015. Dan saat ini sudah masuk tahap Kasasi di Mahkamah Agung”, terang Budiman dalam keterangan persnya, Sabtu (3/12/2016).
Budiman menjelaskan bahwa LBH SI telah meminta Kivlan Zen secara resmi untuk mendampingi dan melakukan komunikasi kepada tokoh-tokoh nasional dengan maksud pembatalan amandemen UUD 1945 itu sejak awal bulan Desember 2015.
“Setelah diskusi panjang dengan beliau sejak Oktober 2015 itu, kami minta pak Kivlan membantu kami. Dan pak Kivlan sepakat dengan kami untuk melakukan upaya hukum untuk itu. Kemudian kami berikan surat tugas, penunjukan secara resmi kepada beliau”, beber Budiman.
Selain melakukan gugatan hukum melalui Pengadilan, lanjut Budiman, LBH SI juga telah melayangkan surat somasi kepada Presiden, Pimpinan MPR, DPR dan DPD yang pada pokoknya agar lembaga-lembaga tinggi negara tersebut tidak lagi menggunakan UUD 1945 Amandemen sebagai dasar hukum dalam pengelolaan negara, karena terindikasi bahwa UUD 1945 Amandemen tersebut cacat secara hukum, dan bahkan merupakan bentuk tindak pidana pemalsuan, sehingga bisa dikatakan merupakan UUD 1945 Palsu.
“Dalam somasi yang juga ditembuskan kepada Ketua MA, Kapolri dan Panglima TNI tertanggal 8 Januari 2016 itu, LBH SI juga meminta agar MPR segera melakukan Sidang Istimewa MPR untuk memberlakukan UUD 1945 Asli, yaitu UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959,” ujar Budiman.
Dalam keterangan di BAP, kata Budiman, menjawab keterangan penyidik yang melontarkan 12 pertanyaan, Kivlan Zen sendiri menegaskan, bahwa ia bersama-sama LBH SI telah memilih “jalan hukum” untuk menyelesaikan masalah bangsa ini.
Budiman juga menceritakan, ketika menjawab pertanyaan penyidik apakah Jokowi-Jk merupakan Presiden dan Wapres yang konstitusional, Kivlan menjawab bahwa jika mengacu pada UUD 1945 Amanden, maka Jokowi-Jk adalah konstitusional. Namun jika mengacu pada UUD 1945 Asli, maka tidak konstitusional, karena Presiden dan Wapres seharusnya dipilih oleh MPR dan merupakan Mandataris MPR. Dan karena kami menolak Hasil Amandemen UUD 1945, maka sebagai warga negara yang baik, kami mengajukan keberatan kami itu, juga secara konstitusional melalui proses hukum dan cara-cara lain yang dibenarkan serta dijamin oleh hukum.
“Saya sangat yakin bahwa apa yang kami lakukan bersama Jenderal Kivlan Zen bukan makar. Kita berbeda pandangan secara politik dengan pihak-pihak lain itu hal biasa, dan seharusnya kita selesaikan secara konstitusional juga,” tegas Budiman.
“Kita tidak sedang merongrong pemerintahan Jokowi-JK, kita tidak sedang berusaha menggulingkan pemerintahan ini. Karena kami sadari bahwa Jokowi-JK adalah sekedar hasil dan dampak dari rusaknya sistem ketatanegaraan kita akibat Amandemen UUD 1945 yg dilakukan oleh MPR tahun 1999-2002. Yang kami tuntut adalah perbaikan sistem ketatanegaraan dengan cara kembali ke UUD 1945 Asli,” papar Budiman.
Budiman menegaskan, perlu diingat bahwa Mayjen Kivlan Zen juga melaksanakan sumpahnya sebagai Prajurit yang berbunyi: ‘Demi Allah saya bersumpah / berjanji : Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945’.
“Kami menyayangkan tindakan represif aparat polisi dengan menangkap beberapa aktivis politik yang menyuarakan soal sistem negara yang telah menyimpang dari cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI 1945. Sehingga LBH SI telah menuntut pada pengadilan RI untuk diberlakukannya UUD 1945 Asli agar mengembalikan rel kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia yang sesuai dengan cita-cita para pejuang pendiri bangsa melalui jalur hukum yang ada,” ungkap Budiman.
Dalam akhir keterangan persnya, Budiman menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Kivlan Zen akhirnya selesai pada pukul 21.07 wib, namun oleh Penyidik, baru pada pukul 01.30 dini hari sabtu 3 Desember, Jenderal Kivlan Zen diperkenankan pulang meninggalkan Mako Brimob. (*mc)