Nusantarakini.com, Jakarta-
Menyikapi fatwa yang telah diterbitkan MUI kemarin terkait pernyataan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu, maka ada beberapa hal yang bisa menjadi catatan.
Pertama, dengan dikeluarkannya fatwa yang menegaskan bahwa Ahok telah menghina Al Qur’an dan menghina Ulama, maka Ahok sudah tidak pantas dan layak lagi untuk dicalonkan menjadi apapun di Republik ini. Ahok telah memiliki cacat moral dan bahkan bisa sangat mungkin cacat hukum. Ahok telah menciderai makna ke-Indonesiaan yang rukun, damai, saling menghormati, dan toleran, di antara perbedaan yang selama ini berjalan baik.
Kedua, dengan dikeluarkannya fatwa tersebut, Polri harus segera memproses semua laporan/pengaduan yang telah disampaikan atas dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok tanpa ada keraguan, untuk memenuhi rasa keadilan kepada kita semua warga negara Indonesia di mata hukum.
Kalau sebelumnya sdh ada beberapa kasus yang diproses, diadili, dan dikenai sanksi hukum terkait kasus penistaan agama, maka Polri tidak punya alasan apapun untuk membedakannya terhadad seorang Ahok, sekalipun dia saat ini sebagai pejabat publik.
Ketiga, oleh karena itu saya sebagai kader Golkar “sekali lagi” meminta dengan hormat dan kesadaran penuh kepada DPP Partai Golkar untuk mencabut dukungannya kepada saudara Ahok pada Pilgub DKI. Jangankan bicara ada manfaatnya, bahkan saat ini sangat bisa merugikan partai. Apa untungnya kita berada di depan melindungi orang yang terang-terang sudah melakukan penistaan agama dan menjadi sorotan serta amarah publik.
Apa yang telah dilakukan Ahok, sudah sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai, visi dan misi, paradigma, serta doktrin yang selama ini dikembangkan dalam tubuh partai. Selain itu juga, sudah saatnya lembaga atau Dewan yang ada dan dibentuk pada periode ini, seperti Dewan Pembina dan Dewan Kehormatan segera rapat, membuat sikap, dan memberikan saran serta pertimbangan kepada DPP. Dewan-dewan itu kan dibentuk untuk ada tugas dan fungsinya.
Di dalam AD/ART, Dewan Kehormatan tugasnya adalah memberikan pertimbangan terutama yang terkait dengan hal normatif dan etis; menjaga agar doktrin kekaryaan, paradigma baru, dan seluruh nilai kepartaian dan ke-Indonesiaan tetap tegak dan senantiasa berkembang dalam tubuh partai. Jadi ini momentum Dewan Kehormatan menunjukkan eksistensinya. Apalagi Dewan ini diketuai oleh Pak BJ Habibie, yang adalah tokoh, sesepuh partai, yang juga adalah pendiri ICMI. Ada juga di situ pak Akbar Tandjung, yang pernah menjadi Ketua Umum.
Dewan Pembina juga penting memberikan pertimbangan politis makro strategis kepada DPP, terkait dampak negatif bila Golkar tetap mendukung Ahok.
Keempat, kita juga semua ingin tahu sikap dari Presiden kita, Bapak Jokowi.
Kasus penistaan agama oleh Ahok ini sudah menjadi persoalan nasional. Sebagai Kepala Negara yang terpilih oleh dukungan mayoritas penduduk Indonesia, sudah saatnya pak Jokowi juga berpendapat dan tegas kepada aparatnya yang telah melakukan penistaan agama. Jangan sepertinya tidak ambil peduli, dan nanti bisa menimbulkan kesan justeru mendukung apa yang dinyatakan Ahok. Apalagi bagi kami kader Partai Golkar, sikap itu penting, karena pak Jokowi sudah menjadi Calon Presiden Partai Golkar secara resmi pada tahun 2019.
*Ahmad Doli Kurnia
Politisi/Tokoh Muda Partai Golkar (*mc)