Nusantarakini.com, Jakarta-
Kuasa hukum Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) menilai Menteri Dalam Negeri belum mampu menghadirkan saksi ahli pada sidang gugatan GeRAM atas tidak masuknya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam Qanun RTRW Aceh di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Mendagri sepertinya tidak mampu menghadirkan saksi ahli ke persidangan,” kata Harli Muin, kuasa hukum GeRAM usai mengikuti sidang gugatan Qanun RTRW Aceh di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa.
Didampingi Koordinator Tim Kuasa Hukum GeRAM Nurul Ikhsan, Harli Muin mengatakan, majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut memberikan dua kali kesempatan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk menghadirkan saksi ahli.
Pada persidangan Selasa (13/9) lalu, kata Harli, Mendagri melalui kuasa hukumnya meminta majelis hakim memberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi ahli. Atas permintaan itu, Majelis hakim pun mengabulkan dan memberi waktu dua pekan kepada Mendagri menyiapkan saksi ahli.
“Namun pada sidang Selasa (27/9), persidangan terpaksa ditunda karena Mendagri tidak mampu menghadirkan saksi. Sidang dilanjutkan Selasa (4/10). Namun, lagi-lagi Mendagri tidak mampu menghadirkan saksi ahli,” ungkap dia.
Ketidakhadiran saksi tersebut, kata dia, menunjukkan Mendagri belum siap menghadirkan saksi ahli untuk perkara gugatan GeRAM. Apalagi kesempatan dua kali sidang untuk saksi ahli Mendagri diberikan.
“Dan sidang mendatang, majelis hakim mengagendakan mendengarkan keterangan saksi ahli dari DPR Aceh yang juga selaku tergugat,” kata Harli Muin menyebutkan.
Sebelumnya, sejumlah warga Aceh yang tergabung dalam GeRAM menggugat Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh, terkait tidak masuknya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh.
Adapun warga Aceh yang menggugat Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh tersebut yakni Effendi warga Aceh Besar, Juarsyah warga Bener Meriah, Abu Kari warga Gayo Lues.
Serta Dahlan warga Kota Lhokseumawe, Kamal Faisal warga Aceh Tamiang, Muhammad Ansari Sidik warga Aceh Tenggara, Sarbunis warga Aceh Selatan, Najaruddin warga Nagan Raya, dan Farwiza warga Kota Banda Aceh.
Mereka menggugat karena Mendagri dianggap lalai mengawasi Pemerintah Aceh yang menetapkan Qanun RTRW tanpa mengakomodir kawasan strategis nasional di Aceh.
Sedangkan Gubernur Aceh dan Ketua DPR Aceh digugat karena mengesahkan Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh tidak memasukan beberapa substansi penting yang diamanahkan dalam RTRW Nasional.
Seperti Kawasan Ekosistem Leuser, tidak dimasukkan dalam RTRW Aceh. Padahal, Kawasan Ekosistem Leuser diatur dalam RTRW Nasional dan juga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh,” kata dia.
Koordinator Tim Kuasa Hukum GeRAM Nurul Ikhsan mengatakan, mengabaikan amanat undang-undang merupakan perbuatan melawan hukum. Karena itu, penggugat sebagai warga negara mengajukan gugatan untuk mendapatkan keadilan.
“Tuntutan dalam gugatan klien kami bukanlah materi. Tapi, tuntutan dalam gugatan penggugat agar tergugat mengakomodir kawasan strategis seperti Kawasan Ekosistem Leuser dalam RTRW Aceh,” papar Nurul Ikhsan.
Seharusnya, kata dia, Mendagri membatalkan qanun RTRW Aceh karena ditetapkan tanpa mengakomodir kawasan strategis nasional seperti Kawasan Ekosistem Leuser. Tapi itu tidak, Mendagri terkesan membiarkan qanun tersebut disahkan menjadi peraturan daerah di Aceh.
“Inti gugatan ini adalah Mendagri, Gubernur Aceh dan DPR Aceh selaku penyelenggara negara telah melakukan perbuatan hukum dan tidak mematuhi aturan hukum dan amanah undang-undang terkait dengan penataan ruang dan wilayah di Aceh,” kata Nurul Ikhsan. (*mc)