Nusantarakini.com, Jakarta – Ahokisme merupakan paham yang bengis dan berbahaya. Paham ini lahir dari situasi psikologis tertekan lalu kemudian meledak tak terkendali dan menjelma menjadi perilaku yang beringas, agresif dan megalomania.
Paham ini berakar pada suatu kondisi kejiwaan yang tertekan lama melalui praksis kekuasaan yang diskriminatif dan opresif yang dialami oleh Ahok dan mengental menjadi dendam kesumat politik.
Obsesi paham ahokisme hanya sederhana: melepaskan rasa tertekan dan terdiskriminasi tersebut dengan meluapkannya menjadi pameran operasi kekuasaan yang arogan dan angkuh. Justru di situlah ahokisme itu menemukan orgasme dirinya.
Ahokisme ini hanya memusatkan perhatiannya bagaimana balas dendam kekuasaan dapat disimulasikan dengan keras dan sadis, bila perlu melebihi kekerasan dan kesadisan opresi kekuasaan yang dialami oleh Ahok dalam dirinya.
Namun di balik itu, ahokisme mengandung oportunisme yang sangat akut. Peluang sekecil apapun untuk meraih dan mengakumulasi kekuasaan, ahokisme tidak ragu untuk melakukannya dengan risiko sebesar apa pun. Sebab ahokisme lahir dari alam pikiran bisnis dan pengalaman harian bisnis yang kompetitif dan oportunistik.
Ahokisme dirumuskan sendiri melalui praktik kekuasaan Ahok. Ahok adalah personifikasi dari ahokisme. Penganutnya adalah ahokian. Pengikutnya adalah ahokers. Kekuatan ahokisme semata-mata bertumpu pada kekuatan finansial dan rekayasa opini melalui seperangkat media yang terbayar.
Para penggelap kekuasaan dan para oportunis ekonomi, berhutang budi politik pada ahokisme. Mereka menyadari hanya dengan mantapnya kekuatan ahokisme di dalam masyarakat, mereka para kriminal ekonomi dan politik itu dapat meraih dan menikmati kekuasaan dengan mudah tanpa penentangan yang berarti.
Oleh sebab itulah jangan heran begitu banyak konglomerat dan kriminal politik berdiri di shaf ahokisme. (sed)