Budaya

Patahnya Argumen Penganut Islam Liberal Di Hadapan Santri Lugu

Nusantarakini.com, Jakarta – Suatu hari, terjadilah diskusi antara penganut Islam liberal dengan santri lugu. Santri ini berpikir, ada yang nggak beres dengan jalan berpikir para liberalis tersebut.

Oleh santri tersebut, dimintalah liberalis itu untuk adu argumen dengan dirinya. Singkatnya inilah poin-poin isi adu argumen antara mereka.

Liberalis : Semua agama sama, sama sama menuju tuhan hanya jalannya saja yang berbeda beda.

Santri Lugu : kalau semua agama sama kenapa ente gak keluar dari islam dan masuk kristen saja, besok masuk budha, lusa ikut hindu dan konghucu…. kan semua sama tho.. ?

Liberalis : kita tidak boleh menjustifikasi kafir kepada orang di luar islam, yang berhak mengatakan kafir itu hanya tuhan, apa kamu sudah merasa menjadi tuhan ?

Santri Lugu: predikat kafir bagi non muslim itu dari Allah, saya sebagai hamba-Nya tidak berani menyelesihi apa yang sudah di tetapkanNya. Allah bilang non muslim itu kafir, anda bilang mereka tidak kafir, sebenarnya yg jadi tuhan itu, Allah, apa ente ???

Liberalis : ceramah di gereja seperti yang dilakukan Gus Nuril itu tidak apa-apa, itu bagian dari dakwah.

Santri Lugu : kalau ceramah untuk dakwah mengajak mereka supaya memeluk Islam itu memang bagus dan salut, tapi kalau ceramah untuk campur aduk akidah seperti yang dilakukan oleh Kang Nuril itu jelas sesat dan menyesatkan. Silahkan lihat isi ceramahnya, dan tolong sebutkan satu saja orang gereja yang masuk islam setelah mendengar ceramah Kang Nuril?

Liberalis : warung warung nggak perlu ditutup selama siang bulan Ramadan karena untuk menghormati orang yang sedang tidak berpuasa ( non muslim, musafir dll )

Santri Lugu : kalau gitu bandara gak perlu ditutup, listrik dan mesin nggak perlu dimatikan, semua toko nggak perlu ditutup, warga nggak perlu dilarang keluar rumah ketika hari nyepi di Bali karena untuk menghormati orang yang sedang tidak nyepi ( non hindu, wisatawan dll )

Liberalis: kalau puasamu benar, imanmu kuat, kamu nggak akan terpengaruh dengan warung yang buka siang hari, gak usah ribut !

Santri Lugu : hemmm.. kalau gitu, kalau nasionalismemu benar, jiwa NKRI-mu kuat kamu nggak akan terpengaruh dengan khilafahnya HTI, tapi kamu kok ribut tentang HTI bung…

Tiba-tiba Kyai politik datang menimpali… : Puasamu puasamu sendiri, kok minta bantuan pengusaha warung. Minta bantuan maksa lagi.

Santri Lugu : kalau gitu pak kyai harus konsisten dengan premis tersebut. “NU mu NU mu sendiri, kok minta bantuan wahabi ( dg menyuruh mereka diam ) minta bantuan maksa lagi”

Istri Kyai liberal juga tak tahan untuk tidak ambil bagian. Maka Bu Nyai itu berkata : buka puasa dg pendeta di gereja itu penting demi toleransi antar umat beragama

Santri Lugu : Apa bu Nyai sudah pernah buka puasa bersama wahabi, PKS, HTI dan jamaah tabligh ?? kalau toleransi dengan orang kafir itu penting, apa toleransi sesama umat islam tidak penting ?? Sebenarnya yang anda ajarkan ini toleransi apa pluralisme aqidah bu nyai ??

Liberalis : Pak HT datang ke pesantren-pesantren itu kan untuk silaturahmi. Jangan suudhon, lebih baik kita doakan saja agar mendapat hidayah, gak usah ribut, tunjukkan kalau islam itu ramah.

Santri Lugu : Berdoa itu bagus, terlalu lugu itu naif… apa iya seorang ketua parpol yang mau mencalonkan diri sebagai presiden ujug-ujug datang ke pesantren (diliput medianya, lagi) murni “silaturahmi” ?? tanpa tujuan politik ??

Ramah itu bagus, buta politik apalagi memberi jalan dan “panggung” kepada orang kafir untuk “berkampanye” itu suatu kebodohan dan kenaifan. (sed)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top