Nusantarakini.com, Jakarta – Sudah lama dunia tahu Indonesia merupakan negara yang sedap untuk diperas. Selain karena negaranya yang kaya sumber daya alam, juga pemerintahnya tidak berwibawa untuk melindungi warga dan hasil alamnya.
Penyanderaan yang berulang oleh Abu Sayyaf untuk memeras Indonesia menunjukkan rendahnya wibawa Indonesia. Malangnya, warga Indonesia yang disandera harus membebaskan sendiri jiwanya dengan berenang di laut pada Kamis (18/8/2016). Ismail (22), salah seorang sanderaan Abu Sayyaf terdampar di kota Luuk, Pulau Jolo, Provinsi Sulu, Filipina, beberapa jam setelah Muhammad Sofyan (28).
Ismail dan Sofyan adalah dua dari 13 kru kapal tunda Charles 001 yang dibajak di perairan Tawi-Tawi, Filipina, dan kemudian disandera sejak Juni kemarin.
Namun, enam sandera lainnya terdapat lima WNI yang masih menjadi sandera Abu Sayyaf. Mereka adalah Kapten Sofyan Feri Arifin, Muhammad Mahbrur Dahri, Edy Suryono, Robin Piter, dan Muhammad Nasir.
Gilanya lagi, ternyata Abu Sayyaf telah beralih menjadi pengorder penyanderaan. Operatornya justru kelompok lain. Juru bicara militer Filipina regional Mindanao Barat, Mayor Filemon Tan, dalam Inquirer.net mengatakan penculik ketujuh ABK kapal Charles bukanlah kelompok Abu Sayyaf, melainkan oleh kelompok yang pro kepada mereka, Muktadil Brothers, yang berbasis di Tawi-Tawi, Filipina Selatan.
Kelompok tersebut memiliki tugas khusus dalam rangkaian penyanderaan. “Tugas mereka menculik kru kapal dan mengirim korban sandera kepada kelompok Abu Sayyaf,” kata pejabat Filipina.
Menyusul laporan sandera asal Indonesia yang berhasil melarikan diri, kelompok Abu Sayyaf mengeluarkan ancaman akan memenggal kepala seorang pemuda Filipina.
Pemuda yang diketahui bernama Patrick James Almodovar ini diancam akan dihabisi nyawanya pada 24 Agustus pekan depan jika tuntutan uang tebusan tidak dibayarkan oleh pemerintah Filipina.
Dalam video yang dirilis Abu Sayyaf, Almodovar meminta pemerintah Filipina untuk menyelamatkan hidupnya dan membayar uang tebusan.
Berbicara dalam dialeg Tausug, ia memohon pada Gubernur Totoh Tan dan Wali kota Jolo Kerkar Tan untuk membayar kepada Abu Sayyaf.
“Saya Patrick James Almodovar. Saya seorang Katolik, Gubernur Totoh Tan dan Wali kota Kerkar Tan dan kerabat saya, saya minta bantuan Anda untuk membebaskan saya dari penculik saya dan meminta satu juta peso dan jika mereka tak mendapat apa yang mereka tuntut, mereka akan memenggal kepala saya tepat pada pukul dua siang,” kata Almodovar dalam video berdurasi dua menit yang ditayangkan dalam Manila Times.
Harusnya Indonesia menjadikan perlakuan Abu Sayyaf ini sebagai cermin atas eksistensi negara Indonesia di mata asing. Sudah jelas kesimpulan bahwa Indonesia tidak lebih dari pada negara perahan asing, bahkan Abu Sayyaf suatu kelompok kecil pun melakukannya. Apalagi mafia global seperti kreditur dan pemain trader migas dan sumber daya alam. Bahkan di Arab hari ini, TKW sedang diperjualbelikan secara terbuka di mal-mal. Sementara pejabatnya tidak peduli dan malah sibuk main pilkada DKI. (sed)