Nasional

Mau Kemana Langkah Luhut “Gajahmada” Setelah Archandra Berhasil Disikat?

Nusantarakini.com, Jakarta – Pada mulanya desas-desus dwikewarganegaraan Menteri ESDM Archandra Tahar hanyalah bak angin malam. Tapi diungkit menjadi meledak setelah Luhut lontarkan pernyataan kontroversial: akan buldoser siapa saja yang permasalahkan menteri Archandra.

Akibatnya dapat diduga. Semakin lantang reaksi dari pejabat maka akan semakin ramai pula rentetan reaksi dari publik sosial media. Dan itulah yang terjadi hingga akhirnya Archandra dicopot.

Pertanyaannya sekarang, kemana mesin buldosernya yang dijanjikan Menko Luhut? Kok nggak dipakai? Masih digudang atau belum siap?

Kita akan melihat masalah ini dari sudut lain. Boleh jadi reaksi kontroversial Menko Luhut memang ditujukan untuk membesarkan reaksi netizen sehingga dengan luasnya tuntutan pecopotan dari publik maka tersedialah alasan bagi istana untuk mencopotnya.

Lantas kenapa istana sebelumnya merekruit Archandra untuk pos ESDM?

Dugaan besar ialah bahwa Archandra digaransi oleh Hendro. Baik Luhut maupun Hendro sebenarnya lagi getol-getolnya bermain di sektor pertambangan. Maka tentu saja diperlukan Person in Charge (PIC) sekaligus key person di urusan tersebut.

Begitu tuntutan pencopotan Archandra meluap, Hendro tak bisa menahan diri pasang badan untuk membela. Tapi medan pertumpuran intrik berkata lain, kini Hendro keok dengan pembelaannya. Bisa jadi ini pertanda berakhirnya reputasi Hendro dalam permainan kekuasaan.

Bila Hendro dipahami akan pasang badan, beda dengan Luhut. Kata buldoser yang diungkapkannya sama sekali bukan diserap publik sebagai pembelaan pribadi kepada Archandra, tapi lebih sebagai tantangan untuk adu kuat. Namun yang menarik, pada akhirnya Luhutlah yang kini berkuasa secara penuh di urusan energi sumber daya mineral.

Beberapa waktu ke depan, akibat jabatannya sebagai pejabat sementara yang berwenang di ESDM sampai adanya pejabat yang baru yang dipilih Presiden Jokowi, kekuasaan Luhut untuk menentukan kebijakan ESDM termasuk merekomendasikan Menteri baru berada di tangan Luhut.

Luhut memang lebih canggih dari Hendro. Presiden Jokowi dapat saja digunakan lebih keras lagi sebagai medan pertempuran berbagai kepentingan dari pembantu-pembantu terdekatnya.

Yang jelas, untuk sementara saluran penting Amerika di pos ESDM hilang. Apakah ini bukti permainan RRC jauh lebih canggih, nanti akan terbukti. Bagaimana pun sulit menepiskan bahwa pos ESDM steril dari kepentingan dua negara tersebut: AS dan RRC.

Entah siapa menteri dan PIC-nya jelas remang-remang. Tetapi dapat dikenali dari reaksi negara tersebut dalam memainkan dan menjamin kepentingannya. Kita melihat, jika Papua akan bergolak semakin keras, pertanda bahwa kepentingan AS sedang terusik dengan dicopotnya Menteri Archandra Tahar.

Muslim Modernis Teman Amerika, Nasionalis Populis Teman China

Satu hal yang perlu dibaca, kini konfigurasi politik Indonesia sedang kembali ke era Orde Lama. AS akan memilih proksinya di dalam negeri person-person yang tergambarkan sebagai Muslim modernis yang taat beragama tetapi bersikap kosmopolit. Sedangkan China akan mengambil proksinya yaitu orang-orang nasionalis populis yang tidak terlalu peduli terhadap agama. Kenapa?

Ini mengingatkan ketika tokoh-tokoh PRRI disokong oleh AS dan Barat juga senjata DI/TII dibantu oleh Amerika dan Australia untuk merongrong Soekarno yang nasionalis kekiri-kirian. Di sisi lain, Soekarno disokong China dan Uni Soviet secara diplomatik dan senjata. Kenapa hal ini terjadi berulang lagi?

Karena muslim modernis secara umum cenderung anti China dan reseptif terhadap AS. Sementara nasionalis sekuler populis apalagi yang komunis jelas akan memiliki ikatan emosional dengan RRC.

Semoga prahara pertarungan berbagai kepentingan tersebut tidak terulang kembali seperti di masa Orla yang buruk itu. (sed)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top