Nusantarakini.com, Jakarta-
Pertumbuhan Ekonomi Melambat atau Dilambatkan?
Oleh: Defiyan Cori (Ekonom Konstitusi)
Efektifitas Pertumbuhan Ekonomi Nasional semakin memprihatinkan dan sepertinya lepas dari pengendalian otoritas ekonomi dan moneter NKRI. Sebagaimana data dan informasi yang telah dipublikasikasikan oleh Bank Indonesia, dan banyak diberitakan oleh media bahwa pertumbuhan ekonomi Triwulan II 2016 mencapai 5,18 persen, berbeda tipis, yaitu 0,27 persen saja dengan pertumbuhan ekonomi Triwulan I 2016 yang sebesar 4,91 persen. Dan, terus berlanjut yang memberikan kontribusi terbesar untuk pertumbuhan ekonomi triwulan ini juga dari sektor konsumsi , dan ini dihasilkan bukan karena adanya peningkatan daya beli masyarakat, tetapi oleh adanya kenaikan harga-harga barang dan jasa. Jika diperhatikan dengan seksama, maka pencapaian ini tidak dapat meningkatkan kontribusi Produk Domestik Bruto, dan secara bertahap akan mampu menyehatkan ekonomi makro dalam menopang APBN.
Sementara itu, jika mengacu pada data inflasi triwulan II 2016 yang sebesar 0,18 persen, maka dapat disimpulkan bahwa persentase pembentuk PDB hanya sebesar 0,09 persen, selebihnya adalah sumbangan dari kenaikan harga konsumsi. Kontribusi pertumbuhan ekonomi dari sektor konsumsi ini semakin mebegaskan lemahnya pengelolaan otoritas ekonomi dan moneter dalam memacu sektor lain, terutama produksi untuk memberikan kontribusi yang sama pada pertumbuhan ekonomi.
Momentum Ramadhan dan Idul Fitri kemarin juga salah satu yang berperan dalam memicu terjadinya pertumbuhan sektor konsumsi, tanpa adanya kegiatan rutin ummat Islam ini, maka pertumbuhan ekonomi tidak akan mencapai 5 persen. Disamping itu, pemicu lainnya adalah belanja pemerintah melalui kementerian/lembaga negara juga berperan sangat signifikan dalam memberikan dampak pada kegiatan ekonomi, walaupun penyerapan anggaran belum optimal.
Justru dengan adanya kebijakan pemotongan anggaran negara yang dilakukan oleh Menteri Keuangan baru hasil dari reshuffle kabinet jilid 2, maka dapat dipastikan kontribusi dari belanja pemerintah untuk menggerakkan kegiatan ekonomi akan semakin berkurang, dan ini tentu berdampak pada pertumbuhan ekonomi triwulan berikutnya. Langkah dan kebijakan pemerintah ini justru akan memperlambat pencapaian kinerja sektoral pemerintahan, apalagi disaat yang sama kebijakan investasi yang akan membuka peluang pada pembukaan lapangan kerja baru untuk menghasilkan nilai tambah produksi juga belum efektif dan efisien. Jika sektor.produksi juga mengalami hal yang sama, maka dapat diperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada Triwulan 3 akan terjadi pada angka 3 sampai dengan 4 persen saja.
Dalam konteks data dan informasi perkembangan ekonomi oleh pemerintahan, maka patut dipertimbangkan oleh Presiden perlunya data dan.informasi tunggal dari otoritas ekonomi dan.moneter supaya tidak terjadi.kesimpangsiuran dari kerjasama antarlembaga yang tidak terkoordinasi dengan baik. Perbedaan data dan informasi yang disajikan oleh BPS, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan serta Bappenas tidak akan terjadi lagi di kemudian hari jika otoritas ekonomi dan moneter padu.
Selain itu, sekali lagi dalam konteks data dan informasi yang terkait dengan kinerja perkembangan ekonomi pemerintahan, maka patut dipertimbangkan oleh Presiden perlunya data dan informasi tunggal dari otoritas ekonomi dan moneter supaya tidak terjadi.kesimpangsiuran dari kerjasama antarlembaga yang tidak terkoordinasi dengan baik. Perbedaan data dan informasi yang disajikan oleh BPS, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan serta Bappenas tidak akan terjadi lagi di kemudian hari jika otoritas ekonomi dan moneter padu. (*mc)