Nusantarakini.com, Jakarta-
Pekan lalu, Forum Ketua RT dan RW di Jakarta mengumpulkan 3 juta KTP warga sebagai bentuk penolakan terhadap kepemimpinan petahana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di DKI Jakarta. Mendengar informasi itu, Ahok kemudian melarang ketua RT RW DKI berpolitik karena lembaga itu menerima gaji dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Wignyo Prasetyo, Ketua Umum Jaringan Nasional Indonesia Baru (JNIB), pernyataan Ahok terkesan arogan, bila sudah pakai dana APBD sudah tak boleh berpolitik. “Jika RT dan RW menerima dana dari APBD karena dihitung kerja mereka dan operasional mereka mengorganisasikan warga. Jika mereka menerima honor, itu karena kehormatan. Jika disebut gaji gak benar, apakah ada kontrak kerja, upah juga demikian” tegas Wignyo.
Selanjutnya yang disampaikan Ahok dalam berbagai media bahwa RT RW ingin berpolitik sebaiknya mundur. Wignyo menyatakan, bahwa pernyataan Ahok ini merupakan bentuk pengabaian partisipasi warga negara terhadap hak politiknya. Padahal Forum RT dan RW bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak politik dan cara menentukan nasib para RT dan RW. Hal ini dijamin dalam konstitusi.
Sebenarnya apa yang disampaikan Ahok, melarang RT dan RW berpolitik apalagi menolak Ahok merupakan bentuk ketakutan Ahok tidak terpilih lagi menjadi Gubernur untuk kedua kalinya. Memang kinerja watak Ahok bukan pemimpin, melainkan arogan ketika berkuasa, menggusur, lebih pro kepada pengusaha kotor ketimbang rakyat miskin.
Wignyo mengajak ketua RT dan RW tetap melanjutkan perjuangannya mengumpulkan KTP warga sebagai bukti bahwa Warga DKI Jakarta tidak mau dipimpin Ahok lagi sebagai Gubenur. Wignyo bersama JNIB mendukung langkah-langka yang dilakukan Forum RT dan RW sebagai upaya positif dan pilihan politik adalah hak, tanpa mengaitkan dengan upah dan operasional lainnya. (*mc)