Nusantarakini.com, Jakarta – Anda tentu tahu bukan perusahaan Astra, fabrikan mobil di Indonesia? Kira-kira, apakah Astra asal memproduksi mobil begitu saja tanpa menghitung besaran kebutuhan masyarakat terhadap mobil produksinya? Tentu tidak, kan? Sebab jika mengabaikan besaran kebutuhan masyarakat aian mobil, maka akan terjadi ketidakseimbangan pasokan dan permintaan. Jika pasokan lebih besar dari pada permintaan, maka Astra akan rugi. Lantas tahukah Anda mobil-mobil fabrikan Astra itu diedarkan kepada masyarakat bukan secara langsung, tetapi melalui dealer-dealer? Lalu di bawah dealer tersebut, terdapat showroom-showroom mobil yang lebih kecil? Untuk apa kira-kira? Supaya Astra untung! Itu soal mobil. Sekarang soal minyak. Tahukah Anda kilang-kilang Pertamina tahu persis berapa barel kebutuhan masyarakat Indonesia? Pertamina mengedarkan minyak tidak langsung ke orang per orang, tapi melalui mata rantai pengedaran secara bertingkat seperti halnya mobil astra tersebut. Nah jika Astra dan Pertamina tahu persis angka kebutuhan masyarakat, apakah menurut Anda Bank Indonesia sebagai fabrik rupiah tidak tahu berapa rupiah yang dibutuhkan masyarakat untuk mengcover transaksi masyarakat? Tentu pasti tahu. Sekarang jika Bank Indonesia sebagai produsen rupiah tahu persis angka kebutuhan rupiah masyarakat, mengapa harus diedarkan secara berjenjang layaknya mobil astra atau minyak pertamina? Mengapa di bawah bank Indonesia harus ada bank-bank komersil seperti BCA dan Mandiri? Apakah tidak bisa Bank Indonesia menyalurkan/meminjamkan langsung alat transaksi itu kepada setiap anggota masyarakat Indonesia sesuai kebutuhan mereka? Dengan menyalurkan produk BI bernama rupiah itu melalui kasir-kasir bank komersial sama saja memperkaya bank itu sendiri dan menyusahkan masyarakat tersebut. Padahal rupiah sejatinya hanyalah alat tukar dalam setiap kegiatan transaksi barang atau jasa yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Rupiah sejatinya bukanlah benda komersial (komoditi) yang dapat diperjualbelikan seperti halnya mobil. Jika rupiah diperlakukan sebagai komoditi maka bukan saja menyelewengkan fungsi dan peruntukannya, tapi juga rupiah telah menjadi alat penghisap yang biadab dan curang terhadap setiap kegiatan transaksi. Dikarenakan rupiah yang telah diselewengkan fungsi dan peruntukannya itu, maka pertama, berlomba-lombalah masyarakat untuk menguasai rupiah. Karena dengan demikian, seseorang tidak perlu bekerja keras dan menguras otak, cukup dengan menyewakan rupiah pada pihak-pihak yang membutuhkan. Akibat kedua, BI sebagai pabrik atau produsen rupiah tak ubahnya sebagai bendungan air yang harusnya bertugas menyalurkan air secara gratis kepada manusia disebabkan hanya bekerja mencetak kertas yang diklaim sepihak sebagai uang atau alat pembayaran yang sah, kini dia menarik dari setiap uang yang disalurkannya nilai yang dikonversikan menjadi uang sesuai perhitungan dan kehendaknya sendiri. BI dalam hal ini bertindak diktator sekaligus eksploitator yang pekerjaannya sebagai pengatur kran air bendungan. Menilik hal tersebut, jelas sistem moneter semacam ini–dan berlaku secara umum di dunia–merupakan kebiadaban yang tak termaafkan. Apalagi nyatanya, uang-uang kertas itu hanya ditunjang nilainya pada suatu yang relatif, yaitu tanda tangan ototitas pemerintah. Jaminannya hanya ketika masyarakat yang menggunakan uang kertas atau apapun bentuknya itu, mengakui nilainya. Jika masyarakat tidak mengakui nilainya, kesaktian uang tersebut sirna adanya. Sekiranya uang fabrikan BI tersebut tidak disalurkan bagaikan menyalurkan mobil astra atau minyak pertamina tersebut, tapi dengan memperhitungkan kebutuhan dan kapasitas setiap penduduk, maka sistem eksploitatif dan kesenjangan kekayaan di antara anggota masyarakat, tentu dapat diatasi. Yang terbaik adalah tidak perlu ada bank-bank komersial yang sejatinya hanyalah dealer BI. BI langsung saja mengurus kebutuhan masyarakat akan pasokan uang untuk menopang nilai transaksi mereka. Tahukah Anda bahwa BI merupakan Javasche Bank pada awalnya? Setelah jadi bank sentral, kira-kira apakah pemilik modal Javasche Bank lenyap? (sed)
Benarkah BI Menyelewengkan Rupiah?
By
Posted on