Warkop-98

Jokowi Rela Merendahkan Diri Demi Ahok. Simak Reportasenya!

Nusantarakini.com, Jakarta-

Tulisan ini diterima redaksi  melalui whatsapp dari Status Guntur Siregar di wall FB sumber Nusantarakini.com :

MEMENANGKAN HATI DAN PIKIRAN IBU MEGA

*by Guntur Siregar

Presiden numpang mobil Ibu Mega dan di dalamnya ada Gubernur DKI Pak Basuki dan Ibu Menko Puan.

Terjemahannya sangat sederhana:

“Upaya maksimal memenangkan hati dan fikiran Ibu Mega”

Berarti hati dan pikiran Ibu belum termenangkan. Dan Ingin dimenangkan. Oleh Dinamic Duo “Widodo-Purnama”.

Dari informasi intelijen yang coba saya kumpulkan, Bapak Jokowi dan Ibu Mega itu sering bertemu. Lebih banyak Bapak Jokowi yang datang ke kediaman Ibu Megawati, ketimbang sebaliknya. Dan pada umumnya statistik mengatakan dari 10 kali pertemuan, 7 gagal khalayak mengetahuinya, dan gagal pula media masa mengendus. Jika sangat “mendesak” presiden bisa saja incognito hanya dengan pengawalan terbatas Danpaspamres dan satu mobil pelapis. Nyaris hanya seperti pejabat setingkat eselon satu berkendara. Langsung masuk ke dalam parkiran rumah Ibu Megawati yang asri di Teuku Umar. Tiada seorangpun yang tahu. Meskipun engkau kekasih gelapku (halah!)

70 persen pertemuan Ibu Mega dan Bapak Presiden Jokowi adalah tertutup.

Tadi saya membaca berita, Bapak Jokowi menumpang mobil Alphard Ibu Megawati, di dalamnya ada Gubernur Jakarta Bapak Basuki Purnama pula. Ibu Mega ditemani Ibu Puan. Mereka datang ke Rapimnas Partai Golkar bersama sama.

Apa tafsirnya? Ini Game Of Thrones. Permainan Singgasana. Semua aspek dalam game of thrones bisa kita aplikasikan di sini.

Jadi begini.

Artinya, negosiasi tertutup antara Ibu Mega, Pak Jokowi, dan Pak Basuki belum terjadi soal Pilkada DKI Jakarta 2017. Waktu yang mepet, keputusan harus diambil. Pak Basuki (dan tentunya Pak Jokowi) sangat ingin mengendarai PDIP, Eh, meminjam istilah Start Up Teman Ahok, “Mobil Mewah” PDIP, untuk kepentingan pencalonan dirinya. Dan negosisi itu belum putus. Keputusannya belum bulat, dan Ibu Mega belum memberi keputusan.

Pak Jokowi langsung turun tangan, karena misi “memenangkan hati dan fikiran” Ibu Mega ini ternyata gagal dilakukan Pak Basuki sampai detik ini. Bayangkan, demi rasa sayang Pak Jokowi kepada Pak Basuki, beliau mau menurunkan sedikit wibawa lembaga kepresiden untuk ikut cawe cawe urusan beginian.

Pak Jokowi memang Polikus ulung dan lincah. Meminjam istilah Machiaveli, beliau bisa menjadi singa di satu waktu dan seketika dia bisa switch menjadi rubah di waktu yang lain dalam sekejap. Jika bagi sekalian presiden itu pekerjaan yang agak sedikit memalukan, demi mantan wakilnya di Jakarta itu dia rela menempuhnya.

Apalah sekedar menumpang mobil menjemput Ibu Mega, mencium tangan Ibu Mega pun telah dilakukan Pak Jokowi sebelum beliau mendapatkan rekomendasi PDI Perjuangan di Jakarta dahulu. Setelah jadi presiden tak terdengar lagi berita cium tangan, mungkin masih ada tapi kalau itu pertemuan yang sifatnya pribadi. Sebagai penghormatan terhadap orang yang lebih tinggi dari kita. Dan mungkin juga Ibu Mega yang larang. Udah dik, kamu sudah jadi presiden, di depan umum salaman biasa aja (dialog imajiner).

Pak Basuki perlu meminta bantuan lembaga kepresidenan bernama “Presiden Jokowi” meskipun kepada khalayak beliau sering, dan berkali kali mengatakan, “Saya ini orang Megawati meskipun saya bukan PDI Perjuangan”. Klaim tersebut ternyata tidak begitu genuine, ada nuansa hiperbolik di sini. Sebab dalam politik yang sudah sangat shopisticated, harusnya Pak Basuki kalau memang sudah sekuat itu, tidak perlu meminta bantuan Pak Jokowi untuk urusan politik remeh temeh begini. Harganya terlalu mahal. Membuat simpati kepada Pak Jokowi bisa melemah, karena ini jelas jelas bukan langkah yang mencerminkan sikap seorang negarawan, tapi lebih berat pada politik partisan dan pragmatis. Saya sempat membaca Jubir Presiden Johan Budi SP pernah memberi keterangan resmi Presiden Jokowi tidak ikut campur urusan Pilkada DKI Jakarta. Hal ini tentu berlawanan.

Saya meyakini, Ibu Mega bukan anak kemarin Sore dalam berpolitik. Mungkin beliau sudah menua. Bahkan Pak Taufik Kiemas kekasih hatinya sudah tak ada lagi di sisi. Jika masih ada almarhum saya meyakini insiden semobil dengan presiden berkuasa dan gubernur menjabat untuk sebuah loby politik tidak akan pernah terjadi. Akan selesai dalam aksi yang lebih gentle.

Waktu Pak Jokowi dahulu–alm Taufik Kiemas masih hidup–memang ada dinamika, Pak Taufik bukan kubu pro Jokowi. Tapi dinamic duo mereka bisa membuat keputusan Bu Mega memberi rekomendasi pada Walikota Solo Joko Widodo bukan Anggota DPR Adang Ruchiatna.

Ibu Mega bukan orang yang gampang digertak secara politik. Dan bukan pula orang yang gampang ditekan, iming imingi, dan dikuyo kuyo. Mungkin, di tengah budaya politik yang sangat maskulin di sekitar kita, Ibu Mega bisa saja dikepung, diumbang, dan dirayu oleh lelaki lelaki politisi senior yang satu handycap dengannya (sudah tahulah ya, tidak usah saya sebut nama).

Bagi Ibu Mega, Pak Basuki dan Pak Jokowi adalah junior yang jam terbangnya masih sangat rendah. Ibarat pilot, koleksi jam terbang Ibu Mega sudah sebanyak pilot airbus, sementara dinamic duo Pak Jokowi dan Pak Ahok baru sebanyak pilot pesawat latih di Pondok Cabe. Bu Mega sudah berada dalam lingkungan politik praktis sejak beliau kecil menjadi anak proklamator. Pasang surut hidup. Pengkhianatan, kesetiaan, kepercayaan, jatuh bangun, opresi, tekanan, ancaman, jilatan, dan segala manis dan pahit politik sudah beliau jalani. Saat Pak Jokowi masih menyinso kayu-kayu di pedalaman hutan Aceh, Pak Basuki bercelana pendek sekolah sambil mengumpat ngumpat teman melayu belitong yang suka mem-bully-nya di Belitong, ibu Mega sudah berpolitik.

Saya yakin, Bu Mega bukan orang yang bisa ditekan. Dia tidak akan membuat keputusan ujug-ujug. Keputusan yang kata orang melayu “bila masa tiba akal”, kata orang Minang “dima tumbuah sinan disiangi”. Tidak. Dia akan memutuskan dalam perenungan. Dalam laku topo.

Pak Jokowi boleh, mempraktekkan laku Raja Jawa ala Mataraman. Tapi kan beliau masih berstatus newbie jadi rajanya. Tapi Ibu Mega tingkatan politiknya sudah jauh di atas Pak Jokowi. Sudah bisa kita katakan, Ibu Mega setengah biksuni. Pak Ahok boleh mempraktekkan laku politik a la Saudagar pecinan a la Belitong Timur. Ibu Mega sayangnya bukan konsumen naif yang gampang dikecoh dengan trik kalkulator Taoke a la Glodok. Bu Mega setengah pandito. Bu Mega Eks Ratu berhadapn dengan para newbie.

Pertanyaannya sekarang? Apa bocoran pertemuan tersebut? Saya mencoba menghubungi Mba Puan yang ikut dalam pertemuan tersebut. Tapi telepon selulernya tidak mengangkat. Pastinya masih sangat sibuk. Saya mencoba mencari tahu lewat jalur jalur tikus yang ada. Menurut sumber yang layak dipercaya.

Mau tahu?

Ini dia:

Pak Ahok menyatakan dirinya mau mendaftar menjadi calon gubernur PDI Perjuangan.

“Loh, sudah tutup pendaftarannyaHok, piyee”.

“Yowes, kamu pakai jalur kedua aja, kamu jadi kader PDI Perjuangan, buat KTA”

“Gitu aja kok repot”.

Pak Basuki nampaknya belum menjawab secara langsung. Tidak siap dengan kondisi itu. Dia minta waktu.

Bagaimana Pak Basuki? Akankah Pak Basuki bersedia menjadi kader PDI Perjuangan?
Dan menjadikan itu partai ke 4 sekaligus terakhirnya? Apa reaksi para pendukungny? Terutama para pendukung fanatik. Bagaimana respons publik? Apa tanggapan Start Up Teman Ahok?

Hari-hari ke depan adalah hari-hari yang penuh tontonan politik yang menarik. Sebagai seni segala kemungkinan, Art of Possibility. Hari-hari ke depan adalah hari-hari berhitung. Permainan Singgasana, Game of Thrones.

Kepada Pak Jokowi pembicaraan Ibu Mega banyak soal perombakan kabinet. Sumber saya menyatakan meskipun agak sedikit kurang happy, karena menteri BUMN ternyata tidak mengalami perombakan, aman damainya seluruh menteri PDI Perjuangan membuat Ibu Mega landai. Toh beliau tampaknya sudah menerima posisi kuadran baru hubungan Mega Jokowi yang bukan lagi Ketum Partai-Walikota dengan 400 ribu penduduk. Tapi hubungan Presiden ke-5 dan Presiden ke-7 Republik Indonesia di negeri dengan 250 juta penduduk. Mutual respect tercipta di kuadran baru hubungan.

Sepertinya dalam waktu yang tak akan lama lagi akan ada Fit dan Proper Test Kepala BIN Budi Gunawan di DPR RI.

Bersediakah Mega memberi tiket kepada megalomania seperti Ahok…..?
Atau ada sosok baru genunine yang di sokong Banteng……?
👌🏾👌🏾👌🏾

Guntur Siregar(*mc)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top