Nusantarakini.com, Jakarta – Selama tiga tahun merosotnya harga karet di tingkat petani, telah memaksa penduduk di Sumatera Utara (Sumut) masuk secara massal ke dalam kategori penduduk miskin. Maklum, penduduk Sumut pada umumnya sangat bergantung dengan karet sebagai sumber mata pencarian. Karena itu, ketika harga karet merosot, banyak dari penduduk tersebut terjebak ke dalam kemiskinan tanpa punya alternatif mata pencarian lain.
Selama tiga tahun tersebut, banyak yang terlilit hutang untuk menutup kebutuhan pokok. Akibatnya, banyak pula yang menggadaikan sumber mata pencariannya, yaitu kebun karet. Sebagian lagi ada yang menjual rumah dan kendaraan.
Menyikapi hal tersebut, Ginanda Siregar dari Kelompok Anak Petani Karet Indonesia (KAPKI), menuntut pemerintah agar lebih cepat menyelesaikan permasalahan petani karet.
Ginanda menilai pemerintah saat ini tidak peduli dengan masyarakat petani karet. “Seharusnya pemerintah harus jeli melihat persoalan petani karet, karena munurut saya ini persoalan serius bagi petani karet,” ujarnya.
Mengenai janji pemerintah kepada Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO) yang akan mengajak para pengusaha tersebut mencari solusi, KAPKI, kata Ginanda, memandang bukan saatnya hari ini pemerintah mengulur waktu dengan menebar gombal bagi petani karet yang sudah lama menderita.
“Mengherankan sekali jika pemerintah masih memandang remeh persoalan harga karet yang merosot dalam tiga tahun terakhir. Tampak sekali tidak adanya sensitivitas pemerintah. Padahal jutaan penduduk menggantungkan hidup dari karet alam,” sambungnya. (sed)