Nusantarakini.com, Jakarta – Sebuah hadits Nabi dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmanNya: Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah. Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rezekikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: Yaa Rabb, Yaa Rabb, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan.” [HR Muslim]
Zaman sekarang banyak orang berkata “Mencari yang haram saja susah, apalagi mencari yang halal”. Mereka melegalkan segala cara untuk mendapatkan makanan yang haram padahal gara-gara makanan, doa kita bisa tidak diterima oleh Allah. Ibnu Abbas berkata bahwa Sa’ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah.” Apa jawaban Rasulullah, “Wahai Sa’ad, perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari barang haram dan riba, maka neraka lebih layak baginya.” [HR At-Thabrani]
Ada sebuah kisah nyata, Kyai Hamid Pasuruan pernah disedekahi seorang tamu sejumlah 100 ribu (mungkin sekarang bernilai 1 jutaan), lalu beliau bilang “Alhamdulillah” dan diterima. Tapi menjelang dhuhur beliau lalu masuk ke ndalem beliau langsung memanggil Suud seorang khodam abdi ndalem dan meminta diambilkan panci dengan diisi sedikit air dan kain lap. Setelah itu beliau menyerahkan uang sedekah tadi kepada Suud dan disuruh memasukkan panci. “Yai, lak teles mangke artone?” (yai ntar basah?), “Wis talah, diutus yai kok ngunu?” (Sudahlah kamu ini di suruh yai kok gitu). Tanpa pikir panjang Suud langsung memasukkan uang kertas 1000 rupiahan yang tebal itu ke dalam panci dan langsung basah. “Wis saiki tutupen ambek dibuntel lap” (sekarang tutuplah dengan kain). “Sampun yai” (sudah yai). “Nek ngunu wis selehno nduwur mejo pawon. Mengko ba’da sholat dhuhur buru bukaen, terus matur yai yo (Kalo gitu, taruh saja di atas meja dapur, nanti selepas sholat dzuhur segera buka dan laporkan ke saya).”
Setelah sholat dhuhur, Suud pun bergegas ke dapur lalu membuka bungkusan panci berisi uang tadi. Tapi alangkah terkejutnya Suud karena air berisi uang banyak tadi berbau sangat busuk seperti telur kuwok (busuk) dan uangnya sudah tidak bentuk uang. Lalu bergegaslah Suud menemui Kyai Hamid “Yai ..” sambil terbata-bata dan belum selesai ngomong .. “Wis suud, buangen ae isine panci iku. Sing penting weruho, yo ngunu iku rupane duit harom yen dipangan menungso ndek njero awak, ndadekno penyakit lan mudhorot ndunyo akherat” (Sudahlah suud, buang saja isi panci itu, yang penting supaya kamu tahu kalau seperti itulah rupanya uang haram jika dimakan dalam perut, menyebabkan penyakit dan bahaya dunia akhirat). (sed)