Anak Anda Gemar Akses Internet? Kenali Manfaat dan Resikonya Berikut Ini!

WhatsApp-Image-20160604Nusantarakini.com, Jakarta –

Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama dengan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas Indonesia, total jumlah pengguna Internet di Indonesia per awal 2015 adalah 88.1 juta orang. 80% dari mereka digital native (generasi digital) yaitu mereka yang lahir pada tahun 1980 dan sesudahnya. Keberadaan generasi digital perlu mendapatkan perhatian khusus dari pengambil kebijakan. Salah satunya dengan adanya kebijakan yang memahami bagaimana mereka belajar, bermain dan melibatkan diri dengan masyarakat.

Mengutip konsep literasi digital yang dipublikasikan dalam Framework for 21st Century Learning, Jasmin Jasin, Kepala Sekolah SD Gemala Ananda, menegaskan tentang pentingnya pendidik dan orang tua membekali anak dengan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam kehidupan sehari-hari, serta memahami hak dan kewajibannya ketika online.

“Anak perlu mengenali manfaat dan resiko atas penggunaan TIK, menyadari implikasi dari tindakannya di dunia digital baik secara etik ataupun terhadap dirinya sendiri. Dengan demikan anak akan memiliki keberdayaan untuk menjadi pelaku yang cerdas dan efektif di dunia digital,” tegas Jasmin mengenai dasar pemikiran diselenggarakannya Seminar Literasi Digital di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Sabtu 4 Juni 2016. Hal ini selaras dengan salah satu butir kesepakatan dalam World Summit on the Information Society (WSIS) yang mengingatkan tiap negara untuk membangun kebijakan dalam negeri agar TIK dapat terintegrasi ke dalam pendidikan, termasuk dalam kurikulum serta pelatihan guru guna mendukung konsep pembelajaran seumur hidup.

Dalam menghadapi revolusi digital ini, memang ada sejumlah hal yang sangat penting disiapkan orangtua agar mampu menjadi pendamping yang baik bagi anak, dan juga menjadi teladan. Ramya Prajna S., praktisi digital dari Think.Web menggarisbawahi pentingnya orang tua, guru dan orang dewasa lainnya menggunakan teknologi digital dengan baik, terutama di lingkungan dengan anak- anak. Orang dewasa sering kali tidak menyadari bahwa sikap dan perilakunya ketika online akan membuat lingkungannya menjadi tidak ramah anak. Selain itu orang tua, guru, dan orang dewasa juga perlu memahami dunia digital dari sudut pandang anak untuk dapat mengerti bagaimana mereka bersikap di dunia online.

Senada dengan itu, Diena Haryana, pendidik, praktisi perlindungan anak, dan pendiri Yayasan Sejiwa, menegaskan bahwa orangtua harus belajar agar dapat menggunakan alat komunikasi digital serta memahami segala kebaikan dan kerugiannya bagi anak.

“Kemudian orangtua harus siap dan mampu mengarahkan dan mendampingi anak ketika mereka menggunakan alat komunikasi digital tersebut. Dan yang terpenting, orangtua harus memprioritasan keluarga di atas kepentingan yang lain,” papar Diena. Hanya dengan demikian, ditegaskan Diena, “akan tercipta suasana yang ceria dan nyaman untuk anak di dalam rumah, sehingga anak tak lantas mencari pelarian di luar rumah ketika sedang galau.”

Seminar Literasi Digital bertemakan Bersama Anak Berteman dengan Dunia Online tersebut diselenggarakan bersama oleh Gemala Ananda (Sekolah Dasar/Presidium Orang Tua Siswa), ICT Watch, Sejiwa (Yayasan) dan Think.Web. Seminar yang didukung pula oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indonesia Child Online Protection (ID-COP) dan Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Indonesia tersebut turut pula menghadirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara sebagai narasumber terkait (kebijakan) literasi digital di Indonesia

Mendesaknya penumbuhan literasi digital ini bersesuaian dengan survei terhadap 165 guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMA se-Jabodetabek, Sukabumi dan Cilegon pada Desember 2015, ternyata 99% dari responden menyatakan bahwa materi literasi digital “sangat perlu” atau “perlu” diberikan kepada siswa. Adapun materi literasi digital tersebut sebaiknya “masuk kurikulum” menurut 52% responden, sedangkan 29% responden memilihnya sebagai “materi khusus guru BK”, dan 18% memilih sebagai “ekstra-kurikuler”.

Donny B.U., Direktur Eksekutif ICT Watch pun berharap agar pemangku kepentingan majemuk (multistakeholder), dalam hal ini pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat sipil, komunitas teknis dan sektor privat/swasta, dapat secara bersama mewujudkan adanya materi literasi digital yang dapat diadopsi dan disampaikan oleh sekolah-sekolah kepada para muridnya.

“Kami sejak 2002 telah menginisiasi program edukasi dan kampanye Internet Sehat, namun hal tersebut jauh dari memadai mengingat pertumbuhan pengguna Internet di Indonesia yang luar biasa. Untuk itulah kerja sama sinergis multistakeholder adalah kunci pengembangan potensi anak bangsa dalam memanfaatkan TIK agar mampu bersaing secara global,” tandas Donny.(*mc)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *