Kita mengenal Soekarno sebagai proklamator bangsa, berani membawa Ideologi Indonesia di hadapan Bangsa lainnya, kita tahu M. Nasir karena pemikiran tentang Agama dan Negara (Bangsa), kita mengerti Cak Nur Karena intelektualnya sebagai Guru Bangsa, kita bangga dengan Gusdur karena Humanisme sejati, yang melihat manusia bukan karena apa dan siapa, tapi bagaimana. Dan tentunya masih banyak lagi tokoh bangsa yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Mereka semua hadir punya peran masing-masing dalam wajah Indonesia.
Di usia yang sudah senja bangsa Indonesia ini banyak melahirkan generasi-generasi baru. Dan zaman pun terus berubah, mulai dari orde lama, orde baru, remormasi, hingga menjadi zaman demokrasi. Semua rentetan tersebut bagian dari perubahan zaman bangsa Indonesia. Semua kebijakan mengalir deras dengan adanya arus dari luar sana. Anak bangsa pun tak mampu membendung pertukaran nilai dan budaya yang datang, yang pada ahirnya banyak yang terjerumus dalam faham-faham yang dianggap dengan kata “Modern”. Ini semua hadir berlalu dengan berjalannya usia bangsa ini.
Peraturan demi peraturan mulai diatur dalam bangsa ini, mulai hal yang terkecil hingga hal yang terbesar, kasus demi kasus memberikan pelajaran bagi bangsa ini hingga melahirkan kebijakan baru dan diberlakukan dengan cara tekstual, yang terkadang tidak melihat asbabun nuzulnya atau sebab-sebabnya. Reformasi system terus berubah dengan kontek zaman yang berbeda tanpa melihat cultural dan budaya, mulai dari system social, pilitik, hukum, dan lain sebagainya. Terutama pada system pendidikan. Dari semenjak bangsa ini merdeka pergantian kurikulum pendidikan. Mulai dari kurikulum yang pertama kali pada tahun 1947 atau disebut dengan kurikulum rencana pendidikan, kurikulum ini lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Wajar karena bangsa Indonesia masih dalam situasi kemerdekaan.
Tahun demi tahun berganti, kurikulum pendidikan pun ikut berganti hingga di zaman modern ini disebut dengan KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) konon di adopsi dari Kurikulum 2006 dan 2013. Arah dan tujuannya pun kita tidak tahu kemana?.
Kesemuaanya itu bagian dari perubahan-perubahan bangsa ini, namun dari beberapa hal diatas ada hal-hal yang menarik untuk dikaji ulang dan seterusnya, diantaranya adalah di penjarakannya seorang guru lantaran mencubit muridnya. Aneh sih tapi apa boleh buat semua itu terjadi begitu saja. Dalam falsafah kuno Guru itu “digugu dan ditiru” artinya setiap sikap guru pada dasarnya akan diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku atau prilaku muridnya, makanya ada istilah guru kencing berdiri murid kencing berlari begitulah kira-kira. Pada zaman dahulu guru adalah sosok yang paling disegani oleh para murid, jangan kan untuk melaporkan polisi dan melawan guru, bertemu dan simpang jalan saja murid akan sembunyi karena merasa malu. Dari sini kemungkinan ada budaya yang hilang dari anak negeri ini yaitu budaya malu. Disisi lain tidak sedikit para guru yang orientasinya hanya sekedar mengajar bukan mendidik, pada dasarnya seorang guru adalah pendidik, pendidik itu mengarahkan prilaku yang negative menjadi positif, bukan sekedar transfer of knowledge. Jikalau hanya transfer of knowledge kita (Guru) hanya mencerdaskan secara pengetahuan, sedangkan aspek moralitasnya tidak terpenuhi, pada ahirnya akan seperti ini murid akan melawan guru yang tidak disenanginya, karena ia (murid) tahu selama ini hanya pengetahuan yang di berikan oleh guru-gurunya. Memang ini bukan persoalan antara rasional dan irasional.
Selain itu, beberapa waktu lalu media, elektronik maupun cetak heboh dengan diangkatnya salah satu penyanyi nasional menjadi duta pancasila, padahal, konon penyanyi tersebut sebelum-sebelumnya pernah menghina pancasila. Berbagai alasan pun di benarkan salah satunya adalah bentuk hukuman agar ia sadar dan belajar banyak tentang Pancasila selain itu juga agar bisa mengkampanyekan Pancasila kepada Public (masyarakat). Walaupun kejadiannya demikian tidak sedikit pula yang meremehkan bahkan menertawakan, iya.. lagi lagi ini bukan persoalan antara rasional dan irasianal.
Ada satu lagi yang tidak kalah heboh, yaitu seorang siswi yang mengaku anak jendral ketika mau ditilang oleh satlantas ketika melanggar aturan lalu lintas. Banyak yang membully dimedia social hingga menjadi sosok yang terkenal bak aktris yang sedang naik daun. Tidak lama kemudian berita mencuat kembali lantaran anak tersebut diangkat menjadi duta narkoba, pengangkatan tersebut bukan tanpa sebab, salah satunya adalah ia tergolong anak yang cerdas dan dianggap mampu mensosialisasikan anti narkoba di kalangan pemuda-pemudi.
Namun demikian tidak sedikit masyarakat yang menertawakannya, walaupun tidak ada persoalannya juga. Lagi-lagi ini bukan masalah antara rasional dan irasional, mungkin kita juga akan menganggap ini adalah bagian dari perubahan wajah-wajah bangsa Indonesia.
Oleh: Kang Mizan (Mizan Musthofa)