Nusantarakini.com, Jakarta- Dipilihnya Setya Novanto atau Setnov oleh Luhut Panjaitan untuk memimpin Partai Golkar, bukan tanpa alasan strategis. Bagaimana pun Luhut sebagai strategies politik utama Jokowi telah mempertimbangkannya matang-matang demi kepentingan konsolidasi kekuatan politik Jokowi, baik untuk sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
Sebagaimana diketahui, akhirnya Setnov berhasil didudukkan sebagai pemimpin baru Partai Golkar yang mengalahkan Ade Komarudin yang disebut-sebut calon pilihan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK.
Setnov dengan seabrek permasalahan noda hukum yang menyandera dirinya, dipastikan tidak akan dapat berbuat apa-apa apabila Jokowi atau pun Luhut memerlukan dukungan politik Partai Golkar.
Salah satu agenda utama terdekat dari pemerintahan Jokowi yaitu meloloskan RUU Pengampunan Pajak yang kini tengah digodok di tingkat DPR. Jokowi sangat memerlukan lolosnya RUU tersebut untuk mengatasi kelangkaan penerimaan dana yang dihadapi pemerintah.
Selain sebab faktual seperti di atas, lolosnya RUU Pengampunan Pajak juga akan memberikan tambahan basis politik bagi Jokowi. Apabila skenario implementasi UU Pengampunan Pajak tersebut berjalan, akan tersedia ratusan konglomerat hitam yang berada langsung dalam kontrol Presiden Jokowi.
Dengan melihat fakta-fakta tersebut, sekarang tanpa banyak disadari oleh pengamat, Jokowi dan Luhut merupakan orang paling kuat dan determinan di Indonesia. Setelah Partai Golkar berada dalam kontrolnya, akan segera pula tersaji baginya kontrol atas konglomerat pengemplang pajak.
Dengan postur dan bobot politik yang makin gemuk semacam itu, Jokowi tidak akan merasa pusing lagi untuk mengemis dukungan dari PDIP yang masih berada di bawah kontrol Megawati Soekarnoputri. Kini, memiliki bargaining politik di hadapan Megawati yang tidak bisa lagi dipandang oleh Megawati sebagai petugas partai. Sewaktu-waktu dia dapat menjelmakan dirinya sebagai patron Partai Golkar. Bagi Megawati, kenyataan baru ini dapat mengganggu superioritasnya di hadapan Jokowi. (sed)