ZAMAN TIGA NEGARA (220-280 M). Begini Sejarahnya di Cina

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Kudeta yang dilakukan Cao Bei (Cao Cao) terhadap Dinasti Han, membuat Dinasti Han terpecah menjadi 3 (tiga) negara. Periode ini di dalam sejarah Cina disebut zaman tiga negara (San Guo), Sam Kok, yang didominasi oleh peperangan memperebutkan kekuasaan tertinggi.

Liu Bei adalah salah satu keturunan dari Kaisar Han. Merasa berkewajiban meneruskan keberlangsungan Dinasti Han, akhirnya memutuskan dengan mengangkat dirinya sebagai Kaisar, dan membentuk kerajaan baru dengan diberi nama Kerajaan Shu Han.

Sedangkan Sun Quan, yang merupakan seorang panglima perang terkemuka dengan daerah kekuasaan di sebelah tenggara Cina; juga mengangkat dirinya sebagai Kaisar. Sedangkan kerajaan baru yang dibentuknya diberi nama Kerajaan Wu.

Sementara yang melakukan kudeta terhadap Dinasti Han, yaitu Cao Cao mengangkat dirinya sebagai Kaisar dan menamai kekuasaan barunya sebagai Dinasti Wei.

Kekuatan Liu Bei, Kerajaan Shu Han terletak pada 2 (dua) saudara angkatnya, yaitu Jenderal Zhang Fei dan Guan Yu (Kuan Kong) dan seorang ahli strategi perang yang terkenal yaitu Zhu Ge Liang. Mereka bertiga sangat gagah, bijaksana dan setia kawan.

Sejarah Cina mencatat nama mereka adalah manusia yang sangat bijaksana, setia kawan, jujur, gagah berani, dan memiliki kesabaran dan kebaikan hati. Ini sangat membekas di hati rakyat, terutama Guan Yu, atau Kuan Kong.

Tahun 1937, bangsa Cina membuat jalan melalui Burma (karena jalur keluar lainnya telah ditutup oleh Jepang). Didapatkan bahwa banyak rakyat setempat menghormati patung Zhuge Liang, bahkan dijadikan objek pemujaan, sesuai kepercayaannya.

Demikian juga patung-patung Guan Yu atau Kuan Kong dijadikan objek penghormatan dan pemujaan berkaitan dengan filosofi Bhuddis, khususnya Sekte Tian Tai yang mempelajari Kitab Saddarma Pundarika Sutra. Yang mana pada bab kedua adalah bab perumpamaan, bahwa “seorang manusia biasa pun bisa menjadi Boddhisatva.”

Karena itulah Guan Yu setelah meninggal dianggap sebagai Boddhisatva dan dijadikan sebagai objek pemujaan khusus umat Kong Hu Cu.

Saya menulis ini dengan harapan, hangatnya berita pro dan kontra patung KUAN KONG di Tuban untuk tidak dipolitisasi dan diprovokasi serta mengiring opini untuk masalah sentimen ras dan agama. Yang pada akhirnya hanya membuat bangsa ini semakin jauh tertinggal dan semakin jauh dari kesejahteraan rakyat.

Kita harus sadar, bahwa bangsa kita sedang diobok-obok oleh pihak Yahudi Amerika yang ingin melihat kita terpecah belah dan terbelakang. Sehingga mereka bisa mengambil keuntungan dalam kondisi tersebut.

Sadar bahwa kita adalah bangsa yang besar, yang pernah memiliki Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit, serta mempuyai satu dari 7 keajaiban dunia, yaitu Candi Borobudur. Kita bukan bangsa pecundang. Oleh karena itu rakyat Indonesia juga bukan masyarakat pecundang yang mudah terprovokasi apalagi menjadi provokator yang memecah belah bangsa. [mc]

CINTA NKRI….🇮🇩
*Chandra Suwono, Pemerhati Ekonomi, Politik dan Budaya.