Tidak Heranlah, Jika Tempo Ikut Uring-uringan Terhadap Portal-portal Alternatif

Nusantarakini.com, Jakarta – Sekarang ini ada usaha pemerintah menutup semua saluran informasi alternatif warga, setelah aksi 212 yang benar-benar terjadi secara bottom up dan mengancam legitimasi rezim. Biarpun dalihnya menertibkan berita-berita hoax, tetap saja tidak bisa ditutupi, bahwa maksud sebenarnya adalah mengamankan rezim supaya selamat dari badai ketidakpercayaan warga.

Padahal sebenarnya simpel, perbaiki saja kinerja pemerintah, cairkan hubungan dengan warga tanpa menempatkan diri sebagai golongan tertentu yang sedang memerintah, dan bersikap legowo untuk menyimak keluhan dan harapan warga sekaligus mematutkan diri secara benar di hadapan rakyat. Jangan songong mentang-mentang memerintah. Jangan pakai pendekatan koersif mentang-mentang mengontrol alat-alat koersif negara. Semakin terlena menggunakan pendekatan koersif, semakin tidak populerlah di mata rakyat.

Tanda-tandanya jelas. Sekarang sudah mulai ditutup berbagai portal-portal populer dan alternatif. Harusnya pemerintah ngaca mengapa portal-portal yang dituduh hoax oleh pemerintah itu justru yang paling digemari warga. Jawabannya jelas karena warga sekarang sudah pintar. Mereka selalu membuat perbandingan. Bila pemerintah bilang X, mereka tidak akan telan bulat-bulat begitu saja. Mereka konfirmasi info tersebut dengan portal-portal yang tadi itu: apakah infonya Y. Barulah kemudian warga mengambil kesimpulan.

Jadi, jika pemerintah menutup portal-portal tersebut di atas nama hoax, jelas tindakan itu melecehkan kepentingan warga dan membatasi warga untuk membanding-bandingkan mana informasi yang benar.

Di zaman sekarang semua orang tahu, informasi yang keluar dari mulut resmi narasumber, tidak akan dipercaya begitu saja hingga ada pembandingnya. Apa pemerintah mau menipu rakyat soal kontrol informasi? Mimpi kali, ye.

Nah, lucunya di tengah-tengah warga yang lagi diusik saluran informasinya, tiba-tiba Tempo “ngegongin” pula soal hoax-haox ini. Bukannya menjernihkan suasana dan memberikan pertimbangan yang patut bagi rezim yang lagi galau dengan wibawanya, malah jadi pengecer maunya rezim. Oalah.

Tapi bukan aneh sih jika Tempo melakukan hal semacam itu. Laporan dia, lebih tepatnya karangan dengan judul Wabah Hoax, sudah jelas ke mana arahnya dan ujungnya mau apa. Tidak perlu pintar-pintar amat menyimpulkan maunya Tempo apa.

Sebetulnya agak malas juga bawa-bawa Tempo di ulasan ini. Karena nggak ada untungnya dan nggak mutu. Cuma karena dia sebut-sebut nusantarakini yang tampaknya yang dia maksud adalah situs alternatif yang paling ditunggu orang-orang merdeka di nusantaran ini, yah kita cobalah bawa sedikit namanya di sini.

Dia bilang begini : “Meski menyerupai situs, portal-portal tersebut tak mencantumkan nama pengelola ataupun alamat redaksinya sehingga tak bisa dihubungi untuk dimintai konfirmasi.”

Kita sih nggak mau ngomongin yang nulis itu geblek. Cuman bahwa dia bilang nggak ada alamat redaksinya, pendapat kita mungkin matanya rabun, nggak bisa lihat mana yang harus diklik supaya terlihat alamat redaksinya.

Yah begitulah. Kita maklum saja. Namanya juga tempo. Entah kenapa tiba-tiba, gara-gara Nusantarakini diusik Tempo, kita jadi ingat pada tahun 2013 ketika ribut si Jilbab Hitam yang dia punya tulisan aduhai bangat. Sebenarnya itu bukan lagi rahasia umum. Tapi apa dikata, akhirnya tulisannya itu jadi bola bibir ke bibir.

Tadi saya coba-coba cari tulisan Jilbab Hitam itu, apa masih ada, rupanya masih teronggok di berbagai situs. Salah satunya di sini:
https://m.kaskus.co.id/thread/528786f6fbca176559000008/ini-dia-artikel-jilbab-hitam-hajar-tempo-dan-bobrok-nya-media/

Saya nggak tahu, apakah itu hoax atau tidak. Kalau hoax, yah…menurut kami, Tempo perlu tuliskan juga di laporannya hoax-hoax masih terselip di mana-mana. Mana-mana-mana, mana kami tahu. (sap)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *