Nusantarakini.com, Jakarta-
Salah satu warga yang mendiami Pulau Pari yaitu Edi Priadi yang merupakan nelayan kecil dan pembudidaya rumput laut di Pulau Pari Kabupaten Kepulauan Seribu Jakarta melalui kuasa hukumnya LBH Rakyat Banten dan Walhi Jakarta mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung atas vonis empat (4) bulan penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta namun ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pihak pengadilan beralasan bahwa menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor : 08 tahun 2011 bahwa putusan yang dibawah satu tahun tidak boleh diajukan kasasi.
Mendapat penolakan tersebut, Tim kuasa hukum Edi Priadi melaporkan tindakan penolakan kasasi itu ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Tim Kuasa Hukum berpendapat bahwa dasar SEMA yang dijadikan penolakan bertentangan dengan KUHAP Pasal 244 yang merupakan ketentuan lebih tinggi dari pada SEMA.
Edi Priadi dilaporkan PT Bumi Pari ke kepolisian melanggar pasal 167 ayat 1 KUHP dengan tuduhan melakukan tindak pidana memaksa masuk kedalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum. Terjadi kejanggalan atas vonis yang dijatuhkan kepada Edi Priadi, hakim telah salah dalam memutus perkara, hakim tidak memperhatikan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi. Pak Edi Priadi tidak melakukan penyerobotan bangunan atau pekarangan milik PT Bumi Pari, Pak Edi telah menempati lahan dan membangun rumah yang berada dipinggir pantai pulau pari sejak tahun 1999 dengan meminta izin kepada ahli waris pemilik lahan dan ketua RT. Tidak ada bangunan atau pekarangan milik PT Pulau Pari saat itu. Pada tahun 2015 PT Bumi Pari datang membangun pagar disamping rumah pak Edi kemudian melakukan klaim lahan yang ditempati pak edi merupakan milik perusahaan dengan dasar sertifikat HGB yang terbit tahun 2015. PT Bumi Pari kemudian memberikan somasi agar Pak Edi meninggalkan lahan, karena tidak menuruti somasi Pak Edi dilaporkan ke kepolisian, Ujar Tigor Hutapea (kuasa Hukum Edi Priadi) (28/1).
Tigor menambahkan Pak Edi tidak melakukan tindakan pidana pasal 167 ayat 1 KUHP, klien kami telah menempati lahan tersebut sebelum sertifikat HGB dikeluarkan. Justru pihak PT Bumi Pari yang kami duga melakukan penyerobotan terhadap lahan yang dikuasai pak edi. Kalaupun PT Bumi Pari keberatan atas keberadaan pak edi dilahan tersebut maka jalur hukum yang ditempuh PT Bumi Pari adalah melakukan gugatan perdata ke pengadilan bukan melaporkan tindak pidana. Kami menilai kasus ini dipaksakan oleh aparat hingga proses pengadilan sebab ini kasus perdata.
Menurut Puput TD Putra (Direktur Eksekutif WALHI Jakarta) Kejahatan korporasi yang merampas ruang hidup dan sumber penghidupan rakyat kecil dari waktu ke waktu semakin massif terjadi di indonesia, ditambah ketidak berpihakan pemerintah dan tebang pilih hukum membuat keadilan menjadi semu untuk kalangan rakyat kecil terbukti dengan kasus yang melanda warga Pulau Pari. Selain pak Edi sudah ada 3 orang warga yang mendapatkan somasi dan intimidasi dari pihak PT Bumi Pari. Dengan klaim PT Bumi Raya yang menguasai 90 % lahan yang ada dipulau Pari, artinya akan terjadi kriminalisasi besar-besaran terhadap warga pulau pari dan penggusuran rumah-rumah penduduk dipulau Pari. Kriminalisasi nelayan dipulau pari merupakan salah satu dampak dari dibukanya investasi penguasaan terhadap pulau-pulau kecil. Nelayan yang mayoritas berdomisili di pesisir pantai yang bekerja menangkap ikan, melakukan budidaya dan mengelola pesisir menjadi sasaran rakusnya korporasi untuk menguasai pulau-pulau kecil yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik dalam pariwisata dan budidaya ikan. Hampir seluruh nelayan tidak mengenal surat menyurat tanah yang mereka kenal adalah penguasaan bersama atas pantai dan pesisir. Implementasi perlindungan hak-hak nelayan masih sangat lemah walaupun sudah memiliki UU No 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah dan pesisir dan pulau-pulau kecil dan UU Nomor 7 tahun 2016 tentang perlindungan nelayan. Dalam kasus yang dialami pak edi Pemerintah provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Kelautan dan perikan masih berdiam diri untuk melindungi nelayannya. (mc)