Nusantarakini.com, Jakarta – Sepanjang Republik ini berdiri, Pancasila kerap dimanfaatkan untuk mempertahankan kekuasaan dan menyerang setiap pihak yang tidak menguntungkan bagi kekuasaan pihak tertentu. Praktik semacam ini terjadi ketika Orde Baru berkuasa.
Kebijakan asas tunggal Pancasila dikenang sebagai modus untuk melibas pihak-pihak yang tidak sepaham dengan pemerintah kala itu.
Rupanya penyakit kekuasaan semacam itu tidak pernah sirna di negeri ini. Saat ini mulai terlihat ada upaya untuk membawa-bawa Pancasila untuk menusuk-nusuk lawan politik dan kemudian menyingkirkannya dari arena. Seoalah pihak yang bersangkutan itulah yang paling absah kepancasilaannya dan menganggap di luar dirinya yang tidak disukainya sebagai yang jauh dari Pancasilais. Padahal bila dibedah isi hati dan kepalanya, yang bersangkutan tidak juga setia-setia bangat dan konsekwen dengan kepancasilaan itu.
Buktinya mereka dapat dengan toleran membiarkan oligarki bercengkerama dengan kehidupan mereka. Padahal harusnya oligarki merupakan titik tolak untuk mengukur seberapa jauh suatu golongan komitmen dan konsekwen dengan Pancasila. Kenapa? Karena oligarki sejari alami melawan kemanusian, keadilan, kerakyatan, persatuan, dan tentu saja ketuhanan itu sendiri. Oligarki itu hanya mementingkan dirinya sendiri dan merongrong kerakyatan dan kemanusiaan yang terkandung dalam Pancasila.
Malahan mereka yang mendaku-daku Panasilais itu menikmati oligarki itu dan bergumul gairah dengan para oligarkh itu yang jelas-jelas menghancurkan kedaulatan rakyat atas tanah dan airnya.
Begitulah memang, senantiasa tersibak kepalsuan dan hipokrisi ketika terjadi pertentangan antara si pembela rakyat dan bangsa sejati dengan si pendaku membela bangsa. (sed)