Nusantarakini.com, Jakarta –
Sekretaris Umum Forum Jurnalis Muslim (FORJIM) Muhammad Shodiq Ramadhan menilai bahwa langkah pemblokiran terhadap media Islam yang dilakukan untuk ketiga kalinya ini merupakan kemunduran dalam kemerdekaan pers.
Padahal, lanjut Ramadhan, pasca reformasi, konstitusi telah membuka keran kemerdekaan pers secara lebar-lebar.
“Tindakan ini bisa dikatakan inkonstitusional, karena melanggar UUD 1945 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat, maupun UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi sebagai warga negara,” ungkap Ramadhan, dalam rilisnya yang diterima redaksi, Selasa sore (03/01/2017).
Menurut Ramadhan, selain bertentangan dengan konstitusi, langkah pemblokiran itu juga dinilainya sangat kental dengan nuansa politis.
“Diketahui, sebagian besar dari media yang diblokir adah media-media yang selama ini selalu kritis dengan kebijakan pemerintah,” bebernya.
“Termasuk media-media inilah yang selama ini menjadi corong perjuangan umat Islam di Jakarta untuk menolak pemimpin non-Muslim. Mereka yang merasa di pihak yang berseberangan tentu merasa gerah,” tambah Ramadhan menegaskan.
Seperti diketahui, Kementerian Informasi dan Komunikasi kembali melakukan pemblokiran terhadap sejumlah media daring yang selama ini dikenal masyarakat sebagai media online Islam. Dari 11 media daring yang diblokir pada akhir Desember 2017, nama voa-islam.com, nahimunkar.com, kiblat.net dan islampos.com, adalah sejumlah nama media Islam yang selama ini menjadi rujukan sebagian besar umat Islam Indonesia.
Beberapa media Islam yang diblokir tersebut cukup kritis terhadap kebijakan pemerintah dalam beberapa kasus. Media-media Islam ini juga gencar mengawal kasus penistaan agama yang dilakukan oleh gubernur Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok serta membongkar kesesatan ajaran Syiah dan aktif mempublikasikan konflik di Suriah. (mc/fq/islampos)