Nusantarakini.com, Jakarta –
Dibandingka dengan Aksi Bela Islam I – II, Aksi Bela Islam III ini merosot secara moral. Tampak nyata bahwa tuntutan melempem dari yang tadinya Jumat Kubro di Jalan Sudirman – Thamrin menjadi terlokalisir di Monas sesuai desakan pihak keamanan. Lain lagi halnya tentang tuntutan Ahok yang harus dipenjara, dalam Aksi Bela Islam III ini, isu itu hilang ditimpa oleh bentuk kegiagan Istighasah saja dengan tagline yang jauh dari menggigit, yaitu Super Damai.
Mencermati hal ini, ini jelas terkait dengan problem gerakan Islam itu sendiri.
Pernah dulu saya menulis bahwa salah satu faktor jatuhnya gerakan Islam ke dalam jurang kegagalan yaitu soal subjektivisme para pemimpinnya. Apa itu subjektivisme?
Penjelasannya sederhana. Misalnya, katakanlah ulama X bergumul dengan lawan politiknya yaitu Kapolri. Dalam pergumulan itu, terjadi negosiasi. Negosiasi itu secara objektif dimenangkan oleh Kapolri.
Namun ulama X berdalih dan menyusun argumen bahwa itu adalah win win solution.
Apa yang disebut oleh ulama X win win solution itu sepenuhnya subjektif, yaitu berdasarkan sudut pandang dan pertimbangan pribadinya saja. Tak ada satu pun usaha untuk merefleksikan keputusannya itu dengan kondisi objektif yang menggelegak di bawah, baik dari sisi rakyat yang mendukung kepemimpinannya maupun sisi kondisi musuh yang dihadapinya. Dia semata-mata mengandalkan pendapat aktualnya yang bersifat dinamis itu akibat faktor eksternal dialektiknya yang cenderung berubah-ubah sesuai tekanan eksternal saja.
Dengan demikian, dia ambil keputusan secara subjektif belaka, tetapi dijustifikasi sebagai kepentingan objektif pendukungnya. Padahal sejak kapan ulama X mendialogkan dan mengkonsultasikan keputusannya dengan massa pendukungnya? Inilah yang kita sebut subjektivisme. Subjektivisme ini amat kerap menimpa gerakan Islam akibat tiadanya metodologi analisa yang bersifat objektif. Metodologi analisa lebih banyak bersifat subjektif dan mengandalkan otoritas pribadi, bukan otoritas metodologis.
Jadi, saya sudah menduga, jika keputusan Aksi Bela Islam ke-3 ini bersifat8 merosot secara moral dan ghirah perlawanan, hal itu akibat jebakan subjektivisme para pemimpin gerakan Islam itu sendiri.
Alhasil, massa tidak bisa punya pilihan lain dan sepenuhnya bergantung subjektivisme pemimpinnya sekalipun itu merugikan sekali. (sed)