Nusantarakini.com, Jakarta – Penghianatan para jurnalis yang bernaung di perusahaan-perusahaan media, akhirnya terbongkar. Rupanya praktik sogok untuk membuat suatu berita pesanan bukan isapan jempol.
Di pengadilan atas kasus suap Lippo yang menghadirkan seorang saksi yang mengaku sebagai konsultan media, terungkap bahwa beberapa media yang selama ini mengesankan diri sebagai pengusung jurnalisme profesional, rupanya omong kosong. Disebutkan, per berita dibayar oleh konsultan tersebut seharga puluhan juta. Belakangan ada koreksi bahwa Republika tidak terlibat dengan suap media tersebut.
Dari fakta ini ditemukan adanya benang merah mengapa media-media besar tersebut seolah menutupi fakta dan peristiwa yang seharusnya layak berita. Demikian juga dapat ditemukan benang merah mengapa media-media tersebut getol mendukung pemerintah dan menutupi berita keresahan yang beredar di masyarakat. Kesimpulan sementara bahwa memang media-media tersebut dapat diduga telah dibayar oleh suatu kekuatan anti rakyat.
Dengan realita semacam ini, bukan waktunya lagi mengonsumsi berita-berita yang mereka produksi. Karena hakikatnya sampah belaka.
Di sinilah diperlukannya saluran-saluran berita alternatif, baik dari situs independen maupun media sosial. Nyatanya masyarakat sekarang lebih percaya informasi dari media sosial ketimbang informasi dari perusahaan media.
Selayaknya masyarakat yang paling dirugikan oleh gejala media yang menghianati tugas jurnalisme dan kode etiknya itu diboikot oleh masyarakat sebagai ganjaran setimpal atas kekotoran praktik jual beli berita mereka.