Nusantarakini.com, Jakarta-
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melaksanakan penggusuran paksa di Kampung Bukit Duri esok pagi (28/09). Kawasan Bukit Duri yang akan digusur adalah kawasan RW 09, 10, 11 dan 12 seluas 1,7 hektare, yang mana di atas lahan tersebut berdiri + 320 bangunan dan ditempati oleh + 384 Keluarga. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggusur untuk melaksanakan proyek normalisasi Ciliwung. Warga tidak mendapatkan secara jelas informasi proyek normalisasi ciliwung.
“Kami tidak tahu menahu soal jelasnya proyek normalisasi Ciliwung, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memberikan informasi secara transparan. Bahkan, kami tidak pernah diajak musyawarah, pemerintah hanya sekedar melakukan sosialisasi dan mempresentasikan proyek rumah susun.” ungkap Santi Napitupulu, salah satu warga Bukit Duri.
Berdasarkan UU tentang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, musyawarah yang tulus merupakan salah satu unsur yang wajib dipenuhi oleh pemerintah sebelum melakukan penggusuran. “Kami menilai, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penggusuran secara paksa yang mana tidak memenuhi seluruh kewajibannya sebelum menggusur sebagaimana diatur dalam UU Ekosob.” tutur Citra Referandum, S.H., Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta).
Dalam pantauan LBH Jakarta yang melakukan wawancara dengan warga dan berbagai temuan dilapangan terjadi berbagai intimidasi dan pelanggaran sebelum penggusuran dilakukan:
1. Warga merasa mengalami intimidasi dari aparat pemerintah dan kepolisian, hampir setiap hari pada apara dan polisi berkeliling di kampung;
2. Adanya upaya paksa dari aparat pemerintah dan kepolisian memaksa warga mengambil rumah susun;
3. Adanya keterlibatan TNI dalam rencana penggusuran, TNI juga terlihat berkeliling menyebarkan surat peringatan;
4. Warga yang memilih untuk pindah ke rumah sewaan dihalang-halangi oleh aparat pemerintah setempat dan memaksa warga untuk memilih rumah susun; dan
5. Adanya tindakan pemerintah yang tidak menghormati proses peradilan yang sedang berlangsung di PTUN dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Akibat bentuk-bentuk intimidasi yang terjadi warga mengalami tekanan. Pantauan LBH Jakarta warga Bukit Duri tidak akan melawan petugas, warga akan bersikap damai saat penggusuran terjadi.
LBH Jakarta mengecam keras bentuk-bentuk tindakan intimidasi yang terjadi, hal ini memperlihatkan justru pemerintah dan aparat keamanan yang melakukan tindakan-tindakan meresahkan. Seharusnya aparat kepolisian, memberi perlindungan dan memberikan rasa aman bagi warga terdampak supaya tidak mengalami kekerasan bukan malah mengintimidasi warga.
Tindakan TNI yang terlibat dalam penggusuran juga telah melanggar UU TNI Nomor 34 tahun 2004. TNI diciptakan bukan untuk menggusur rakyat tapi menjaga pertahanan negara. TNI sudah menyimpang dari fungsinya. “LBH Jakarta mendesak TNI maupun POLRI tidak ikut ambil bagian dalam proses penggusuran paksa karna keterlibatannya telah melewati wewenang yang diatur dalam UU TNI maupun UU Polri.” tambah citra. (*mc)