Nusantarakini.com, Jakarta. Salah satu program unggulan terbaru Kemendikbud yang mendapat sorotan masyarakat adalah program orang tua mengantarkan anak pada hari pertama masuk sekolah. Sebagian pihak sangat mengapresiasi program Kemendikbud tersebut. Program antar anak ke sekolah pada hari pertama ini dinilai sebagai program yang bisa mendekatkan orang tua dengan anak. Banyak orang tua, khususnya yang berprofesi PNS, juga senang karena mendapat dispensasi terlambat masuk kerja untuk mengantarkan anak ke sekolah.
Namun, sebagian pihak lainya malah menganggap program ini menunjukkan Kemendiknas gagal paham persoalan mendasar di dunia pendidikan Indonesia. Program Antar Anak Sekolah ini mencerminkan cara pandang Kemendikbud yang sempit, Jakarta Sentris. Program Antar Anak ini hanya cocok diterapkan di wilayah Jakarta dan kota besar lainnya yang kehidupan sosialnya sudah sangat sibuk. Program ini tidak cocok diterapkan di Indonesia yang mayoritas masyarakat tinggal di wilayah pedesaan.
Lebih jauh lagi, program Orang Tua Antar Anak dinilai tidak cocok dengan sosial budaya masyarakat Indonesia yang beragam. Misalnya di budaya masyarakat Jawa, anak justru dididik untuk mandiri dan bersosialisasi sejak dini. Anak-anak diajarkan untuk berangkat sekolah bersama-sama dengan kawan-kawannya.
Mungkin petinggi Kemendikbud lupa atau perlu mendengar tembang Jawa yang sering diajarkan oleh ibu-bapak guru di sekolah. Berikut liriknya:
Saiki aku wis gedhe
Sekolah mangkat dhewe
Ora usah di eterake
Bareng karo kancane
Yen mlaku turut pinggiran
Ora pareng gojekan
Ning dalan akeh kendaraan
Mengko mundhak tabrakan
Siji loro telu Astane sedheku
Mirengake bu guru
Menawa didangu
Papat nuli lima
Lenggahe sing tata
Aja padha sembrono
Mundhak ora bisa
Para petinggi Kemendikbud tampaknya harus belajar filosofi dari Tembang Jawa ini. Sebab setiap wilayah Indonesia memiliki kearifan lokal yang harus dipertimbangkan. Tidak selamanya paradigma pendidikan barat lebih baik dan cocok dengan budaya Indonesia. (*chy)