Anda Jahat dan Fiksi Anda Sangat Bebal, Pak Sakti!

“Jika anda mau sedikit saja menggunakan akal (cukup akal saja, tidak perlu akal sehat), bagaimana anda bisa menyuruh orang percaya bahwa seorang kepala desa sanggup membayar denda Rp48 miliar? Kemampuan membayar denda sebesar itu hanya dimiliki oleh perusahaan besar, atau seorang cecunguk yang didanai oleh perusahaan besar.”
Nusantarakini.com, Jakarta –
Pak Sakti Wahyu Trenggono, sepertinya anda patut dihukum karena kejahatan berat yang anda lakukan, ialah mengarang fiksi buruk dan meminta orang mempercayainya sebagai kebenaran.
Anda ingin tahu di mana keburukan fiksi anda?
Pertama, tokoh utama yang anda sodorkan sama sekali tidak meyakinkan, baik dari tinjauan psikologis, logika cerita, maupun penyajian detailnya. Mari kita cermati lebih mendalam tokoh utama anda:
Apakah seorang kepala desa akan memiliki karakteristik kriminal seorang mastermind yang sanggup mengatur proyek sebesar itu?
Apakah kepala desa itu memiliki ambisi, keberanian, dan kemampuan finansial untuk melakukan pemagaran laut sepanjang 30,16 km?
Jika dia pelaku utamanya, mengapa Pak Kohod ini langsung mengaku? Ini tidak sesuai dengan pola perilaku kriminal sejati, yang biasanya berusaha dengan segala cara untuk menghindari hukuman.
Jadi, Pak Sakti, kecil sekali kemungkinannya Pak Kades ini punya profil psikologis yang sesuai untuk dijadikan pelaku utama.
Kedua, logika anda tidak bekerja, Pak Sakti, dan dengan logika yang tidak bekerja, anda hanya akan menciptakan fiksi buruk. Sekarang, mari kita lihat bagaimana pengujian dengan logika akan memperlihatkan betapa kedodoran fiksi anda.
Jika kepala desa yang memasang pagar, bagaimana mungkin tidak ada dana besar, peralatan, dan jaringan lebih luas yang terlibat?
Awalnya kecurigaan tertuju pada perusahaan-perusahaan dan individu pemilik SHGB di laut. Apa sebabnya tiba-tiba dibelokkan ke kepala desa? Karena pelaku sebenarnya tidak tersentuh hukum?
Lalu, jika anda mau sedikit saja menggunakan akal (cukup akal saja, tidak perlu akal sehat), bagaimana anda bisa menyuruh orang percaya bahwa seorang kepala desa sanggup membayar denda Rp48 miliar? Kemampuan membayar denda sebesar itu hanya dimiliki oleh perusahaan besar, atau seorang cecunguk yang didanai oleh perusahaan besar.
Ketiga, anda mengabaikan adanya tekanan dan ancaman terhadap Pak Kohod itu, seolah-olah semua urusan di negara anda ini berjalan sempurna, atau seperti di surga, kata Pak Luhut.
Siapa pemilik SHGB, bagaimana mereka bisa memiliki SHGB laut, dan apa hubungan mereka dengan aparat pemerintah?
Mengapa kepala desa mengaku bersalah untuk sesuatu yang mustahil dia kerjakan?
Jadi, Pak Sakti, saya beri tahu anda bagaimana cara mengambil kesimpulan dengan menggunakan akal. Kepala desa itu tidak mungkin pelaku utama. Logika dan psikologi dan aspek-aspek detailnya menunjukkan bahwa ia hanya pion yang dikorbankan, bukan pelaku utama. Pelaku sebenarnya adalah mereka yang memiliki kekuasaan, sumber daya, dan kepentingan ekonomi atas laut yang dipagari itu.
Sekarang, anda sudah tahu di mana letak kejahatan anda dalam kasus ini, Pak Sakti?
Ini kejahatan besar anda: Demi melindungi para kriminal itu, anda menciptakan fiksi buruk dan meminta orang mempercayainya. Namun, anda tampaknya perlu tahu bahwa setiap orang yang mampu menggunakan akalnya akan mengatakan bahwa yang anda sampaikan itu adalah rencana yang sangat licik, sangat bebal, dan sangat tidak tahu malu. [mc]
*AS Laksana, Kolumnis, Budayawan dan Jurnalis Senior.
(Kredit foto: Klik Pendidikan).
