Satire

Nasionalisme Korup

Bahlil dan Noel, sebaiknya mengisi otak yang sudah kosong dengan menunjukan kemapuan berpikir, karya nyata dan prestasi. Jangan terlalu bangga dan percaya diri dengan status politisi yang mendapat jatah jabatan hingga sampai terlibat dan terus larut menikmati nasionalisme korup.

Nusantarakini.com, Jakarta –

Mungkin Bahlil Lahadalia dan Immanuel Ebenezer terlalu mabuk jabatan dan sering mengonsumsi minuman dari kerasnya perjuangan hidup rakyat. Sehingga tidak bisa mengendalikan diri dan mengontrol ucapannya. Kedua pejabat kemeterian itu meragukan nasionalisme dan menyeru tidak usah balik lagi ke Indonesia bagi anak-anak muda yang bekerja di luar negeri. Memvonis miring generasi muda yang survival, mandiri dan tidak menjadi beban negara. Bahlil dan Noel lupa kalau mereka berdua larut dan terus menikmati sistem yang korup di negerinya sendiri.

Menteri ESDM Bahlil Lahaladia dan Wakil Menteri Tenaga Kerja Immanuel Ebenezer adalah contoh manusia yang mengagungkan jabatan. Saking cintanya pada jabatannya, pikiran, ucapan dan tindakannya selalu merendahkan perbedaan pendapat dan pandangan kritis.
Soal nasionalisme yang dilontarkan keduanya saat menanggapi hastag “kaburAjaDulu” terkait anak muda yang bekerja di luar negeri, sungguh memalukan dan tak ubahnya seperti celotehan sampah.

Bagaimana tidak? Ekspresi dan aspirasi anak muda yang bekerja di luar negeri diragukan nasionalismenya oleh Bahlil. Bahkan Si Noel (panggilan Immanuel Ebenezer) dengan ketus mengatakan anak muda yang bekerja di luar negeri kalau perlu jangan pulang lagi ke Indonesia.

Sungguh miris, selevel menteri dan wakil menteri, harus mengosongkan otaknya, demi jabatan yang diemban. Betapa tidak punya simpati dan empati terhadap perjuangan putra-putri bangsa yang sedang berjibaku untuk mencari nafkah dan kemandirian hidupnya di negeri asing. Pejabat kementeriaan itu tak ada sedikitpun refleksi, evaluasi dan instropeksi dari dalam dunia ketenagakerjaan khususnya dan sistem ketatanegaraan pada umumnya di Indonesia.

Anak-anak muda yang merantau bekerja di negara lain demi kehidupannya dan keluarganya yang lebih baik. Sesungguhnya lebih mulia lebih dari seorang Bahlil atau Noel sekalipun. Mereka bergelut dengan nasib melalui hasil jerih-payahnya sendiri, jauh dari keluarga, dan hidup dengan segala keterbatasan di negeri orang. Namun itu pilihan yang mereka anggap terbaik dan menjanjikan. Bahkan mereka merasa nyaman karena di negara asing pemerintahnya menghargai intelektual dan karya mereka. Profesionalisme dan jaminan hidup terpenuhi buat orang-orang yang memiliki bakat dan keahlian tanpa terkecuali seiring kompetensi yang dibutuhkan oleh negara lain.

Sementara di negerinya sendiri, generasi muda tidak dihargai dan tidak dianggap sebagai aset berharga dan potensial menjadi pemimpin ke depan. Dengan menyediakan karpet merah penuh fasilitas bagi investasi dan tenaga kerja asing, Pemerintah bukan hanya sekedar mematikan lapangan kerja bagi rakyatnya, lebih dari itu perlahan telah menjual kekayaan alam dan kedaulatan negara.

Bahlil dan Noel seperti kebanyakan pejabat lainnya menjadi irisan dari sistem pemerintahan yang karut-marut. Kemudian keduanya, memvonis nasionalisme anak-anak muda yang progresif dan survival itu. Padahal, faktanya lebih luas lagi dan itu menakjubkan, para tenaga kerja Indonesia (TKI) itu menjadi penghasil devisa nomor dua terbesar di Indonesia setelah migas. Mereka para TKI itu telah menjadi pahlawan devisa buat negara. Bandingkan dengan Bahlil dan Noel yang kinerjannya belum jelas dan minim kontribusi tapi tetap ikut menggerus keuangan negara. Kasihan Bahlil dan Noel, tanpa malu narasinya seperti menepuk air di dulang terpericik muka sendiri.

Lagipula, Bahlil dan Noel yang perlu dipertanyakan nasionalismenya. Sebagai pejabat publik, apakah mereka juga bersih diri dari kejahatan keuangan dan kemanusiaan yang lahir dari kerusakan struktural, sistematis dan masif di republik ini. Apakah menjadi “inner circle” dalam kekuasaan pemerintahan mereka tidak ikut maling dan merampok kekayaan alam dan keuangan negara. Jadi buat Bahlil dan Noel, sebaiknya kurangi bicara tak berguna dan banyak kerja nyata. Jangan komentar soal nasionalisme jika masih mau ikut menikmati kue-kue kekuasaan dari hasil distorsi dan destruksi penyelenggaraan negara.

Bahlil dan Noel, sebaiknya mengisi otak yang sudah kosong dengan menunjukan kemapuan berpikir, karya nyata dan prestasi. Jangan terlalu bangga dan percaya diri dengan status politisi yang mendapat jatah jabatan hingga sampai terlibat dan terus larut menikmati nasionalisme korup. [mc]

Bekasi Kota Patriot, 22 Syaban 1446 H/21 Februari 2025.

*Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI. 

Terpopuler

To Top