Nusantarakini.com, Bandung –
Di usia Pemerintahan rezim Jokowi yang tinggal 1 tahun ini, Jokowi masih harus mereshuffle kabinet ? Itulah kenyataannya. Ada 1 Menteri dan 5 Wakil Menteri yang direshuffle. Budi Arie Setiadi dilantik sebagai Menkominfo.
Jokowi juga melantik lima orang wakil menteri (Wamen). Mereka adalah Nezar Patria menjadi Wamenkominfo, Paiman Raharjo menjadi Wamendes, Wamen BUMN Rosan Roeslani, Wamenlu Pahala Mansury. Posisi Wamenag juga bakal berganti dari Zainut Tauhid Sa’adi ke Saiful Rahmat Dasuki.
Apa urgensi dari reshuffle ini ? Tidak ada, selain untuk menggembirakan orang-orang tertentu yang selama ini sudah menunjukkan dukungan yang luar biasa dan “menghantam” pihak lain. Mau 100 kali reshuffle juga tidak ada pengaruhnya, karena kunci permasalahan di negeri ini bukan pada kinerja para menteri, tapi bersumber dari pribadi dan kebijakan Jokowi sendiri.
Dalam kaitannya dengan pengangkatan Menkominfo Budi Arie Setiadi yang menjabat sebagai Ketum Projo, sangat sarat muatan politik. Selain untuk “menghibur” Prabowo yang sudah all out mendukung Jokowi (?), menolak keinginan PDIP yang telah mengincar jabatan Menkominfo (sampai-sampai Jaksa Agung mau bermain sandiwara mentersangkakan Menkominfo Johnny G. Plate), juga jabatan Menkominfo sangat strategis sebagai “penguasa” semua media : cetak, elektronik, sosial, dll. Menkominfo akan menjadi buzzer rezim Jokowi.
Penunjukan Budi Arie Setiadi seakan mengkonfirmasi keretakan hubungan Megawati dengan Jokowi semakin dalam dan mengarah ke “cerai” dalam jangka lama. Imbasnya, baik Jokowi maupun Mega telah kehilangan kekuatan dukungan dari pendukungnya, termasuk dari kader dan pendukung PDIP.
Sampai saat ini Jokowi masih dalam kebimbangan: di satu sisi keinginan untuk meng-endorse Ganjar terhalang oleh kekokohan PDIP mencapreskan Ganjar, di sisi yang lain dukungan kepada Prabowo masih juga belum dideklarasikan karena Jokowi masih belum yakin 100%?
Perseteruan antara Jokowi dan Megawati semakin sulit dipersatukan karena baik Jokowi maupun Megawati mengambil haluan yang berbeda. Megawati (PDIP) dengan mencapreskan Ganjar dianggap telah membuyarkan keinginan Jokowi untuk mewariskan kekuasaannya kepada Ganjar, tapi bagi Megawati sendiri Ganjar sama sekali tidak menaikkan elektabilitas PDIP. Sekarang masing-masingnya saling mengunci tapi tidak mendapat manfaat apa-apa. Sebenarnya dalam perseteruan ini yang diuntungkan adalah Anies. Selain suara capres yang didukung keduanya (Prabowo dan Ganjar) makin tergerus oleh suara Anies, perseteruan ini juga membingungkan para cukong oligarki taipan. Tidak mungkin para cukong itu memihak keduanya, tapi mendukung Ganjar juga sangat beresiko karena elektabilitas real Ganjar (bukan versi lembaga survey pelacur) di bawah 20% (versi Google trends, ILC dan lembaga survey obyektif yang lain).
Semua kejadian ini adalah bagian dari skenario Allah. Allah sengaja menjadikan musuh-musuh kebenaran saling hantam menghantam yang pada akhir kekuatan mereka menjadi lemah dan insya Allah di tahun 2024 mereka berdua akan kalah dan Anieslah pemenangnya.
Semoga kemenangan berpihak pada kebenaran. [mc]
Bandung, 28 Dzulhijjah 1444.
*Sholihin MS, Pemerhati Sosial dan Politik.