Nusantarakini.com, New York –
Hidup itu tantangan. Kehidupan itu sendiri adalah perjuangan. Karenanya siapapun yang hidup di atas bumi ini pastinya akan tertantang. Dari raja-raja dan pemilik kekuasaan, para pebisnis dan saudagar yang kaya raya, hingga mereka yang papah melarat dan dipandang hina dina. Semua pastinya menghadapi ujian atau cobaan sesuai kadar dan ketentuan Penguasa alam semesta.
Musibah yang biasa diterjemahkan dengan “cobaan” atau “ujian” sesungguhnya bermakna “target”. Kata ini berasal dari kata “ashoba” (menarget). Sehingga mushibah yang seolah kata benda sebenarnya juga berbentuk kata “faa’il” (pelaku). Bermakna bahwa sesuatu yang menimpa kita itu adalah pelaku yang menarget targetnya.
Dari pemaknaan ini sebenarnya dipahami bahwa sebuah cobaan atau ujian pastinya memiliki target yang pasti. Target ini yang kita pahami sebagai “hikmah” dari terjadinya musibah dalam kehidupan manusia.
Sebagaimana kehidupan, dunia ini sendiri identik dengan tempat di mana ujian itu pasti berlaku. Bahkan ujian itu bersifat natural (alami) dan pasti، bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia. Ujian hanya akan berakhir dengan berakhirnya hidup sementara dan dunia ini ditinggalkan.
Oleh karena itu, isu yang sesungguhnya bukan pada ujian dan musibah. Tapi lebih kepada bagaimana cara pandang (mindset) kita dalam memahami dan merespon setiap ujian yang terjadi dalam hidup.
Seorang Mukmin tentunya dalam memandang segalanya akan memakai “pandangan” yang menyeluruh. Selain pandangan lahir juga tidak kalah pentingnya seorang Mukmin akan memandang segala sesuatu dalam hidupnya dengan mata batin (hati/iman). Sehingga penilaian dan respon yang diambil tidak dibatasi pada penilaian dan respon lahir semata.
Musibah atau ujian dan cobaan yang menimpa seseorang secara lahir pastinya pahit. Namun ketika pandangan lahir ini diimbangi oleh pandangan batin atau iman maka pahit getirnya ujian bisa berubah menjadi obat dan jalan kebaikan.
Ujian atau cobaan (musibah) secara umum bisa merupakan ekspiasi atau jalan penghapusan dosa-dosa. Dengan pandangan batin (iman) dihapuskannya dosa-dosa kita tidak dinilai menyakitkan. Justeru dengan kesadaran batin tentang penghapusan dosa (pengampunan) ujian itu menjadi terasa indah dan manis.
Ujian atau cobaan (musibah) juga bisa dimaknai sebagai jalan Allah dalam mengangkat derajat seorang hambaNya. Ulul Azmi dari kalangan pada Rasul diuji sedemikian rupa. Bukan karena dosa-dosa mereka. Tapi karena memang itulah cara Allah meninggikan derat mereka. Merekalah Rasul-Rasul Allah yang termulia.
Ujian atau cobaan (musibah) juga dapat dimaknai sebagai “tadzkiran” (reminder) atau peringatan dari Allah sebelum terjadi musibah yang takkan lagi terselesaikan. Sebesar apapun musibah dunia ini, masih ada jalan penyelesaian dan berakhir. Tapi ketika ada yang salah (something wrong) yang terjadi pada kita dan kita dibiarkan saja, maka itulah musibah terbesar. Karena musibah itu akan membawa kepada musibah yang abadi.
Para akhirnya yang ingin saya sampaikan adalah bahwa tak ada seorang pun yang tidak akan menghadapi musibah (ujian/cobaan) dalam hidup dunia ini. Karena memang itulah tabiat kehidupan dunia. Karenanya permasalahan bukan pada ujiannya. Tapi bagaimana merespon warna/bentuk ujian yang terjadi dalam hidup dunia kita.
Respon seorang Mukmin tentunya berifat menyeluruh. Respon lahir dan juga respon batin. Jika anda sakit responlah dengan pengobatan. Tapi lengkapi respon itu dengan pemahaman jika penyakit itu pasti ada hikmah untuk kebaikan dari Allah. Semoga! [mc]
NYC Subway, 17 Juli 2023.
*Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation.