Nusantarakini.com, Jakarta –
Ini bukan soal logika cocokologi atau tuk galigatuk. Bahwa bencana, azab, atau apalah namanya sering dikatakan tidak ada kaitannya dengan perilaku manusia yang suka maksiat dan menentang hukum-hukum Allah.
Cukup banyak ayat al-Qur’an dan al Hadits yang menggambarkan tentang adanya keterkaitan itu. Misalnya dalam al-Qur’an ada ayat yang berbunyi seperti ini, “Telah terjadi kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan-tangan manusia”.
Secara fakta ilmiah mungkin benar kita berada pada cicin api pacific yang menyebabkan Indonesia adalah daerah rawan gempa. Tapi cobalah tanyakan pada ahli gempa, berapa skala richter kekuatan gempa yang akan muncul apabila terjadi suatu gempa di tempat yang terdapat pada area yang ada cicin api pacific sebagai sebab terjadinya suatu gempa. Para ahli itu sudah menjawab tidak bisa memprediksinya. Catat ini, para ahli tidak bisa memprediksi beberapa kekuatan setiap gempa yang akan terjadi sebelum gempa itu terjadi. Mereka hanya bisa mengukurnya setelah gempa itu terjadi.
Di sinilah orang-orang yang menuhankan akal lupa bahwa besar tidaknya gempa adalah wilayah prerogatif Allah yang para ahli pun tidak bisa mengetahuinya. Itulah sebabnya, mengapa kejadian bencana gempa bisa dihibungkan dengan prilaku manusia yang suka bermaksiat, menentang hukum-hukum Allah mempunyai korelasi yang sangat bisa dipercaya bahwa semua itu ada hubungannya.
Musibah, ujian, bencana, atau azab yang diberikan oleh Allah dengan datangnya gempa yang disertai tsunami atau daya rusak yang besar, sehingga menimbulkan banyak kerusakan harta benda dan korban nyawa manusia adalah hak prerogatif Allah, bukankah Allah bisa mengatur berapa sebaiknya kekuatan gempa diberikan kepada suatu penduduk negeri yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, dan berapa skala richter kekuatan gempa yang diberikan kepada penduduk suatu negeri yang penduduknya berprilaku penuh dengan kemaksiatan, pemerintahannya zholim, sombong dan angkuh atas peringatan-peringatan Allah.
Jadi sesungguhnya ada celah yang bisa mengkorelasikan antara kehendak Allah dengan fakta ilmiah bahwa Allah Yang Maha Mengatur. Allah Yang Maha Berkehendak. Bukankah tidak ada selembar daun pun yang jatuh tanpa sepengetahuan Allah. Apalagi dengan bencana-bencana besar yang menimpa ummat manusia. Sungguh naif jika mengatakan ini adalah gejala atau fenomena alam biasa. Karena Indonesia memang berada di wilayah yang rentan gempa.
Perumpamaan ini juga sama dengan kemampuan teknologi USG untuk mengetahui janin yang ada di rahim wanita yang hamil. Memang dengan kemampuan teknologi USG bisa diketahui jenis kelamin embrio atau janin yang ada di rahim wanita. Tapi itu baru sedikit yang bisa diketahui. Teknologi USG masih belum mampu menginformasikan apa warna kulit janin itu nanti kalau lahir. Putih ataukah hitam. Bagaimana rambutnya, kriting, lurus atau gimbal? Bagaimana bentuk hidungnya, mancung apa pesek? Bagaimana kondisi organ-organ tubuhnya seperti jantung, ginjal, liver, susunan sarafnya dsb. Jadi hanya sedikit yang bisa diinformasikan oleh ahli kandungan tentang kondisi janin yang ada di dalam rahim ibunya dengan menggunakan teknologi USG.
Sadar dan bertaubatlah kita dengan taubatan nashuha, semoga Allah Yang Maha Mengatur dan Maha berkehendak tidak menimpakan azab yang lebih besar dan lebih berat lagi akibat dosa-dosa sosial dan individual yang kita buat atau kadang tidak kita sadari. Jika gempa pun harus terjadi karena secara geografis NKRI yang kita cintai ini ditakdirkan berada di daerah yang rawan gempa maka Ya Robb, kendalikan dan aturlah agar bencana gempa itu tidak menimbulkan daya rusak yang menyebabkan kami para hamba-hambaMu tidak sanggup untuk memikulnya. Innallaha ‘ala kuulli Syaiin Qadiir. Seseungguhnya Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu. [mc]
*Aspianor Sahbas At-Tanjungi, Direktur IMPEACH (Indonesia Monitoring Political Economic Law and Culture for Humanity).