Nusantarakini.com, Jakarta –
“Jika saya dipercaya rakyat Jawa Tengah terplih sebagai Gubernur 2018-2023, saya ingin menunaikan janji-janji kerja, dalam satu periode saja. Dan saya berkomitmen untuk tidak maju lagi dalam Pilkada berikutnya.”
Mengapa hanya mau satu periode?
Karena saya tidak ingin masuk dalam tiga jebakan, yang sering menyergap para Pemimpin Politik yang amat bernafsu untuk terpilih kembali pada periode berikutnya.
Inilah ketiga jenis jebakan itu.
Jebakan PERTAMA, mengejar popularitas menempuh segala cara. Saking inginnya populer, segala akrobat sampai yang diluar nalarpun dilakukan para Pemimpin Politik. Melanggar kepatutan, mengganggu ketertiban umum, menghamburkan waktu dan uang negara, untuk “beradegan” yang layak diviralkan. Pemimpin begini mengira popularitas adalah segalanya, dan lupa hal-hal penting yang harus diurusnya. Mereka juga lupa bahwa segala langkahnya dibiayai uang negara, sehingga nafsu populisnya menyingkirkan tanggung jawab utamanya: mengurus warga.
Jebakan KEDUA, mencuri uang negara demi menghimpun ongkos politik, bahkan mencari marginnya. Saking nafsunya ingin terpilih kembali, mereka sering tergiring dalam urusan korupsi yang akhirnya memalukan seluruh keluarga. Berhenti sebagai pemimpin bukannya menikmati hari tua, tetapi malah mendekam di penjara. Lebih dari 95 Kepala Daerah seluruh Nusantara mengalaminya.
Jebakan KETIGA, menyalahgunakan kekuasaan untuk menekan bahkan mematikan lawan-lawan politiknya. Tak sedikit Pemimpin Politik menggunakan institusi pemerintahan untuk kepentingan dirinya. Sebagian malahan memainkan instrumen keamanan, intelejen, bahkan perangkat penegakan hukum yang seharusnya digunakan untuk membangun keadilan warga. Perilaku ini merusak tatanan bernegara, di setiap level dimana pemimpin itu berkuasa.
Saya tidak ingin masuk dalam salah satu dari TIGA JEBAKAN di atas.
Karena itu bila saya terpilih nanti, saya akan fokus bekerja, menunaikan janji-janji dan rencana demi kesejahteraan rakyat Jawa Tengah. Mengurangi kemiskinan dari 12,23 % menjadi 6 %, menciptakan 5 juta lapangan kerja, dan membangun pemerintahan bersih bebas dari korupsi.
Waktu lima tahun bagi seorang pemimpin profesional adalah waktu yang cukup untuk menunaikan janji dan rencana yang realistis, jika seluruh pikiran dan tenaga diabdikan bagi rakyat sepenuh-penuhnya.
Jika ada sebagian yang berpandangan: “sayang sekali tidak meneruskan prestasi yang baik”, maka yakinkan bahwa tidak ada manusia yang tak tergantikan. Selalu ada generasi berikutnya yang akan melanjutkan hal-hal baik. Bahkan lebih baik dari apa yang pernah kita kerjakan.
Bukankah lebih mulia menyiapkan sejumlah kader penerus, ketimbang mengalami post power syndrome— terjebak nafsu ingin berkuasa terus menerus?
Demokrasi kita harus dikembalikan pada harkatnya, sebagai jalan untuk melayani, jalan untuk mengabdi. Bukan jalan untuk memperkaya diri, apalagi membangun dinasti.
Demokrasi dan kerja-kerja tekun teknokrasi, saya yakini sebagai dua hal yang bisa saling mengisi. Jika hari-hari ini tampak belum terjadi, maka menjadi tugas kita untuk memulai. Insya Allah, dari Jawa Tengah kita akan mengawali. [mc/je]
*Sudirman Said, Calon Gubernur Jawa Tengah 2018.