Nusantarakini.com, Jakarta –
Di zaman ini ada tiga aktor yang mempengaruhi kehidupan politik, sosial, ekonomi, hukum dan budaya. Inilah dia:
1. Media, darinya informasi disajikan dan diarahkan. Informasi jadi input mengubah dan mengarahkan kebijakan. Media juga mengubah opini publik sesuai yang dikehendaki yang punya agenda, biasanya pemilik media.
2. Korporasi, darinya politik, media dan aktivitas lainnya dibiayai dan ditunjang.
3. Partai Politik, darinya tatanan hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya kita, dirancang dan diatur.
Tetapi, ketiga entitas ini, bukanlah terpisah satu sama lain. Ketiganya terhubung dan saling menunjang. Bahkan yang paling sial bagi rakyat, ketiganya terafiliasi dalam satu komando oleh pihak tertentu. Dan seringkali hari ini, ketiganya dikontrol oleh orang sama dalam mengeksploitasi dukungan rakyat.
Yang paling telanjang dari modus kekuasaan melibatkan tiga sarana ini apa yang dipamerkan oleh Perindo.
Medianya, MNC Group. Korporasinya juga MNC. Partainya Perindo. Pengontrolnya, Hari Tanoe and co.
Pada Nasdem juga berlaku nyaris mirip.
Modus operandi meraih kekuasaan semacam ini, jelas berbahaya bagi kemaslahatan. Dan lebih berbahaya lagi, jika kontrol negara jatuh di tangan orang semacam itu.
Rakyat dapat menangkalnya. Sebab sasarannya ialah suara dan dukungan rakyat. Kalau suara dan dukungan rakyat distop kepadanya, dia tidak akan berjalan dan efektif sama sekali.
Kasus semua partai, gejalanya nyaris sama. Ada yang terang-terangan seperti Perindo. Ada juga yang sembunyi di belakang layar sebagai penyuplai dana politik. Bahkan ada yang membentuk konsorsium pendonor partai yang diatur oleh wakil konglomerat. Konsesinya ialah keuntungan politik dan bisnis bagi para konglomerat itu.
Realitas politik rusak inilah, dimana cukong menjelma menjadi pengatur operasi partai dan media atau sekurang-kurangnya pengaman kepentingan, yang mengacaukan tatanan Indonesia di segala bidang hari ini. Para cukong yang terafiliasi satu sama lain ini, berlomba membangun kerajaan dan teritorial ekonomi dan politiknya masing-masing.
Mereka jauh lebih berbahaya ketimbang institusi yang disebut hendak mengimpor senjata di luar kontrol tentara kita itu. Merekalah harusnya yang harus diserbu sebelum terlambat dan tanpa disadari telah bermutasi menjadi kerajaan-kerajaan otonom dan terkonfederasi satu sama lain di bawah kontrol satu orang king of king of mafioso.
Tetapi pada akhirnya, hanya rakyat biasa yang tidak berkepentingan jabatanlah yang lebih kuat menyadari hal ini. Para ilmuan politik menyebut fenomena destruktif ini dengan oligarki. Modusnya bisa kartel. Dan mereka lazim melanggar moral dan agama. Apalagi cuma kepentingan publik. (vft)