Nusantarakini.com, Jakarta-
Saya coba mengamati isi tulisan saudara Komika Muhadkly alias Acho sebagai pemilik dan penghuni Apartemen Green Pramuka, atas kasus dugaan tindak pidana pencemaran nama baik yang menjerat saudara Acho baru-baru ini.
8 Agustus 2017, Polda Metro Jaya melimpahkan tersangka kasus pencemaran nama baik, Komika Muhadkly (Acho), ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Penyidik Polda Metro Jaya menilai ucapan Acho dalam blognya memenuhi unsur pidana.
Pada tanggal 5 November 2015, PT Duta Paramindo Sejahtera sebagai pihak pengelola Apartemen Green Pramuka melaporkan saudara Acho melakukan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik.
Beruntung dan bersyukurlah akhirnya antara kedua belah pihak pelapor dan terlapor sepakat untuk berdamai secara musyawarah di luar pengadilan. Perdamaian dimediasi dan difasilitasi oleh pihak Kepolisian Polda Metro Jaya, akan tetapi perdamaian ini masih dalam proses menunggu keputusan teknis dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Saya baru hari ini membaca isi tulisan Acho yang dipermasalahkan itu, Acho membuat tulisan di blog dan twitternya sendiri mengatakan:
“Jangan beli Apartemen Green Pramuka karena banyak pungli, Apartemen Green Pramuka dan penipuannya, Maling berkedok di Green Pramuka.”
Di sini saya bukan ingin membela pengelola Apartemen Green Pramuka, Namun saya coba turut meluruskannya dan juga saya rasa ada baiknya sebagai pembelajaran untuk kita bersama, terutama untuk saudara-saudari sesama pemilik dan penghuni apartemen di DKI Jakarta.
Menurut pengamatan saya, memang isi tulisan Acho yang disebarkan itu cukup berindikasi kuat telah terjadi dugaan tindak pidana pencemaran nama baik. Saya juga cukup paham permasalahan yang terjadi di dalam pengelolaan beberapa apartemen di DKI Jakarta, semua yang saya ketahui hampir sama permasalahanya.
Menurut saya permasalahan sebagian besar apartemen di DKI Jakarta memang sangat serius dan cukup komplikatit; dan harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak terkait, seperti Pemprov DKI Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Terutama saya harus menunggu kedatangan Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 yang baru terpilih ini, Bapak Anies Baswedan dan Bapak Sandiaga Uno agar bisa benar-benar menyelesaikan semua permasalahan apartemen atau rumah susun yang ada di DKI Jakarta.
Nanti saya akan datang bertemu Pak Anies atau Pak Sandi, untuk menyampaikan semua permasalahan apartemen yang harus diselesaikan serta solusinya. Semua ini akan saya lakukan hanya demi kesejahteraan semua pemilik dan penghuni apartemen termasuk rumah susun sewa di DKI Jakarta. Saya sudah hafal semua permasalahannya serta solusinya.
Mengapa saya harus menunggu Pak Anies dan Pak Sandi, karena menurut pengamatan saya, di saat Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok-Djarot Saiful Hidayat sudah gagal total soal mengatasi permasalahan apartemen, atau bisa saya katakan mereka sama sekali tidak mampu menyelesaikan permasalahan apartemen atau rumah susun di DKI Jakarta yang cukup banyak dan sangat serius itu semuanya.
Saya melanjutkan membahas kasus saudara Acho. Memang benar berdasarkan UUD 1945 pasal 28, menjelaskan sebagai Warga Negara Indonesia kita memiliki hak untuk berbicara, menyampaikan pendapat di depan umum, hak berekspresi dan hak bersuara atau berpendapat. semua ini dijamin oleh undang-undang. Akan tetapi pada saat kita menyampaikan pendapat atau melakukan tindakan-tindakan di atas itu, ada satu poin penjelasan di dalam pasal 28 UUD 1945 pada angka 2 bagian kewajiban berbunyi:
“Warga negara yang menyampaikan pendapat dimuka umum berkewajiban dan bertangung jawab untuk; pada huruf C menyatakan: Harus menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Jadi dapat saya definisikan secara hukum, pada saat menyampaikan pendapat di muka umum dan lain sebagainya yang pada pokoknya sesuai dengan pada pasal 28 UUD 1945 itu semuanya tidak boleh melanggar hukum dan UU yang berlaku juga.
Sebijaknya memang kita boleh menyampaikan pendapat di muka umum, namun kita juga tidak bisa sesukanya, harus ada batasnya. Jikalau tanpa batas, semua orang bisa seenaknya “ngata-ngatain” atau menjelek-jelekan orang lain di muka umum, itu bisa kacau semua dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai sebuah pembelajaran penting untuk kita semuanya, terutama sesama pemilik dan penghuni apartemen/rusun, atas kasus yang menimpa sdra.Acho ini.
Sekali lagi perlu kita pahami bersama juga pada saat menyampaikan pendapat di muka umum atau berekpresi, kita juga berkewajiban untuk tidak boleh melanggar hukum dan UUD yang berlaku. [mc]
*Kan Hiung alias Mr. Kan, Pengamat politik dan hukum, tinggal di Jakarta.