Nusantarakini.com, Jakarta –
Aktivis 98 alumni kampus ternama di Yogyakarta, Salman Diandra Anwar berpendapat, bahwa jalan itu merupakan tanggung jawab pemerintah yang bisa dinikmati rakyat secara gratis, bukan dibangun swasta yang kemudian rakyatnya harus membayar mahal.
“Lalu apa guna pemerintah kalau jalan dibangun oleh swasta, terus rakyat disuruh membayar kalau mau menikmatinya?” tanya Salman kepada Nusantarakini.com, Jakarta, Rabu (19/7/2017).
Aktivis jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta membeberkan alasan Sri Sultan Hamengkubuwono X terkait penolakan pembangunan jalan tol di Yogyakarta seperti yang dilansir beberapa media belakangan ini.
Menurut Sultan, di Yogyakarta tidak ada jalan tol. Pemerintah pusat juga sepakat, Sultan tidak setuju adanya jalan tol karena rakyat tidak akan mendapatkan apa-apa. “Diperlebar silakan tetapi jangan ditol. Tol sing untung ming (menguntungkan) yang membuat tol, tetapi rakyat di sekelilingnya (tak dapat apa-apa) karena jalan ditutup, Kalau di luar Yogya silahkan, seperti di Bawen sampai Salatiga karena geografisnya jurang,” kata Sultan.
“Mantap pak Sultan Yogyakarta, jalan tol itu adalah sebagai bentuk penjajahan ekonomi rakyat, bagaimana tidak lewat jalan di tanah airnya sendiri kok harus bayar,” tegas Salman mengapresiasi Sultan Jogja.
Menurut Salman, tol itu dikerjakan oleh pihak swasta dan nantinya orang yang lewat jalan tol dikenai tarif.
“Lah berarti selama ini pemerintah bangun apa dong, kan semua kendaraan juga sudah dikenai pajak. Dan pajak kendaraan itu juga gak sedikit loh. Masak lewat jalan masih juga disuruh bayar pula. Lah uang pajak khusus kendaraan itu kemana? Dimakan Gayus ya? padahal Gayus cuma makan pajak dari perusahaan-perusahaan besar bukan pajak kendaraan,” ujar Salman panjang lebar.
“Jogja, memang selalu istimewa…,” pungkasnya dengan bangga. [mc]