Nusantarakini.com, Jakarta –
Kita sering terbuai dengan kehebatan Cina sebagai negara kekuatan ekonomi nomor 2 (dua) di dunia. Negeri yang dipersatukan pada 221 SM oleh Dinasti Qing ini saat ini benar-benar menjadi negara dengan pembangunan ekononi tercepat di dunia.
Kita masih ingat ketika Inggris juga pernah mengalami kejayaan pada abad ke-18 saat lahirnya revolusi industri. Saat itu Inggris menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia sekaligus negara kolonial terbesar di dunia. Hampir 80% negara-negara Asia Afrika dikuasai koloni Inggris.
Fenomena Inggris menguasai ekonomi dunia sekarang terjadi lagi yaitu lahirnya kekuatan ekonomi Cina yang sangat menakjubkan dunia.
Menurut data CIA World Factbook 2016 penduduk Cina 1,37 miliar, disusul India 1,2 milyar. Pertumbuhan ekonomi Cina pernah menembus dua digit yaitu 11,2%, sungguh sebuah angka yang sangat menakjubkan.
Cina memiliki PDB sebesar USD 18,976 milyar, sangat fantastis dan sedikit lagi Amerika akan terbalap. Sayangnya dibanding dengan perkapitanya Cina hanya menempati urutan 91 dunia.
Deng Qiaoping lah yang menciptakan Reformasi Ekonomi pada 1978 dan membuat perubahan fundamental “satu negara dengan 2 (dua) sistem” yaitu sosialis dan kapitalis. Jadi hari ini saya berani mengatakan bahwa Cina sekarang sudah Kapitalis.
Satu sisi kita bicara kemajuan dan kemegahan ekonomi Cina tetapi kitapun harus tahu sisi lainnya Cina. Sisi ironinya adalah IPM mereka 0,719 masih berada di urutan 91 dunia. Gini Ratio juga masih berada di level sedang (42,1).
Negara ini memiliki 62% rakyatnya memilih Atheis. Bahkan 100 juta lebih penduduk dewasanya belum memiliki pasangan. Kebijakan satu pasangan satu anak menyebabkan angka kelahiran sedikit bisa ditekan, tetapi entah bagaimana sistem kedokteran di sana bisa mensiasati kelahiran bayi lebih banyak laki-laki.
Yang paling menakutkan adalah negara ini memiliki hutang terbesar di dunia atau sebesar 366 ribu trilyun atau 100 kali hutang Indonesia atau 286% dari GDP negaranya.
Soal ketergantungan listriknya dari energi fosil adalah salah satu problema tersendiri dialami Cina saat ini.
Andai saja seluruh negara eksportir minyak dan batubara kompak menghentikan ekspornya ke Cina maka negara ini akan bangkrut dalan 30 hari….!
Salah jika ekonomi kita berkiblat ke Cina. Bapak ekonomi dunia seperti Adam Smith dengan teorinya “Wealth of Nation” adalah sumber segala penyakit ekonomi dunia saat ini. Pembawa ekonomi bergaya kapitalis inilah yang justru akan memporakporandakan ekonomi Cina yang diprediksi akan ambruk pada tahun 2027 mendatang. Cina per 2016 saja potret pertumbuhan ekonominya sudah jatuh ke point 6% dan untuk negara sebesar Cina ini adalah gejala penurunan signifikan dari yang pernah Cina nikmati 2 (dua) digit yaitu 11,5% di tahun 2012.
Siapapum negara di dunia ini yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis maka pasti akan hancur berkeping-keping. Pendekatan teori “Wealth of Nation” ini tidak mungkin bertahan dalam tatanan dunia baru saat ini.
Untuk itulah apabila ada yang terlalu jumawa atau tersihir dengan kemajuan Cina maka mereka itu tidak pernah tahu ‘undercover Cina’ sesungguhnya.
Hanya ekonomi Syariah saja yang akan mampu melawan sistem kapitalisme. Seharusnya Indonesia membangun sistem ekonomi syariah dan bukan dicurigai sebagai ekonomi khilafah Islam. Ekonomi Syariah adalah pendekatannya lebih ke penguatan keadilan secara semesta dengan lebih mementingkan ekonomi kerakyatan secara merata. Negara hanya sebagai regulator yang baik saja. Dengan ekonomi syariah tidak bakal ada lagi seorang Taipan memiliki 59 juta hektar lahan sawit. Dan populasi penduduk 0,2% saja sudah menguasai 80% ekonomi Indonesia.
Maka ini yang harus disingkirkan Jokowi bukan merapat ke Cina yang juga sudah terang-terangan memakai sistem kapitalisme.
Mulai hari inipun saya mengatakan teori Adam Smith “The Wealth of Nation” adalah produk teori yang gagal karena terbukti membuat dunia semakin gelap dengan persaingan, perebutan dan peperangan hanya ingin mencapai kebahagian dengan pendekatan “faham kebendaan” karya kaum kapitalis. Seharusnya pendekatannya lebih kepada “kecukupan” karena sesungguhnya manusia akan bahagia jika mereka “cukup” bukan “berlebihan”
Semoga bermanfaat.
*Wahdiat Alghazali, Ketua Umum Gerakan Rakyat Kaltim Bersatu (GRKB).