Nusantarakini.com, Jakarta –
Tidak ada agenda politik yang jelas hadapi pilpres 2019 sehingga harus bermanuver merangkul kekuatan Umat yang terrepresentasi di GNPF MUI. Bisa saja itu dilakukan karena koalisi partai penguasa sudah kedodoran di berbagai laga pilkada belum lama ini. Terutama PDIP yang kader dan calon-calon kepala daerahnya kalah telak di berbagai tempat.
Mestinya ini menjadi sebuah perhitungan akan kekuatan Umat yang sudah diperhitungkan oleh Penguasa yang selama ini menggunakan politik belah bambu terhadap umat mayoritas. Tapi nyatanya kekuatan itu tidak dikelola dengan cerdas sehingga harus bertandang ke Istana.
Momen Iedul Fitri ini pun dimanfaatkan maksimal oleh Jokowi untuk mencoba merangkul kekuatan umat melalui delegasi Ustadz Bakhtiar Natsir (UBN) Cs.
Tapi, baik Jokowi maupun UBN salah hitung akan manuver mereka. Umat sudah sangat cerdas dan mahfum dengan manuver atas situasi sekarang.
Ada sejumlah hal yang mesti dihitung oleh Istana maupun GNPF MUI (UBN Cs), yaitu:
1. Popularitas Presiden Joko Widodo, makin kedodoran dengan pembelaan membabi buta terhadap Ahok dalam kasus Al Maidah 51; dan sejumlah kasus Ahok yang diusut KPK. Meski Istana membantah. Contoh jelasnya apa? Meski diputus salah dan dipenjara. Tapi apakah Ahok di Mako Brimob? Kalau dieksekusi Jaksa mestinya di Lapas. Bukankah ini bentuk ketidakadilan hukuman? Bukankah ini adalah bentuk perlindungan Istana (Jokowi?). Pengadilan dan penahanan Ahok di anggap sandiwara.
2. Umat anggap cara perlakuan istimewa Presiden Joko Widodo terhadap mantan Wagub-nya itu (Ahok), sebenarnya bisa saja untuk melindungi dirinya sendiri. Karena dalam sejumlah kasus seperti Sumber Waras dan Reklamasi serta Bus TransJakarta, nama mantan Walikota Solo itu santer disebut.
3. Kriminalisasi Ulama, dan fitnah terhadap tokoh senior dan reformasi karena sikap kritisnya terhadap pemerintah dan penangkapan serta pemenjaraan sejumlah Aktivis Muslim sangat melukai hati dan perasaan Umat Islam.
4. Tiga faktor di atas pasti menggerus pencitraan yang selama ini menjadi modal besar untuk memasuki Istana. Dan pencitraan itu ternyata tidak berpengaruh baik dari Istana maupun partai-partai koalisi pendukungnya, seperti PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura, dan PKB. Terutama PDIP, sebagai partai Jokowi kalah telak di berbagai Pilkada.
5. Presiden Joko Widodo dan koalisi partai dan pendukungnya sudah pasti akan mencari cara untuk merayu umat dan mendekati ulamanya. Termasuk menerima UBN dari GNPF MUI dan teman-temannya. Padahal sebelumnya sangat dimusuhi sekali. Umat sangat memahami itu semua.
6. Pertemuan UBN dan GNPF MUI terlihat seperti jalan sendiri dengan agendanya. Itu terlihat dengan dipanggilnya Ustadz Sambo, Ketua Alumni 212 ke Yogyakarta oleh Pak Amien Rais. Karena bagaimanapun kriminalisasi ulama terutama HRS dan upaya pembusukan terhadap diri Pak Amien masih saja berlangsung.
7. Apalagi setelah pulang dari Istana ada pernyataan UBN yang memuji ekonomi pemerintah. Padahal berbagai kebijakan ekonominya salah yang seret Negara ke arah kebangkrutan dan mencekik sangat dirasakan oleh “orang-orang kecil” yang nota bena adalah umat mayoritas.
8. Apakah trik permainan seperti itu yang sedang dimainkan oleh UBN Cs ke Istana tidak dianggap sebagai upaya adu domba dan memecah belah ulama dan umat? Apalagi sejumlah media online umat menyayangkan pertemuan itu. Meski ada kekecewaan dari sejumlah kalangan pendukung Jokowi, tapi umat akan lebih banyak dirugikan. Karena persatuan dan kekompakan umat dan ulama terpecah. Apakah trick rekonsialiasi semacam itu yang diinginkan?
9. Ada kesan kuat dari sejumlah kalangan bahwa terdapat semacam rivalitas kepemimpina umat dalam soal gerakan dan ada upaya penggembosan terhadap kharisma HRS dengan pemunculan UBN? Hal ini mesti di jawab. Jika tidak, trik dan strategi lawan akan membongkar dan mematahkan kekuatan dan persatuan umat dalam gerakan membela kebenaran dan keadilan. [mc]
Depok, 3 Syawwal 1438 H/27 Juni 2017.
*Muslim Arbi, Pengamat Sosial Politik, tinggal di Depok.