Nusantarakini.com, Jakarta –
Harli Muin, Kepala Divisi Advokasi Jaringan Nasional Indonesia Baru (JNIB), salah satu Relawan Pendukung Jokowi dalam pemilihan Presiden 2014, meminta kepada Menteri BUMN mencopot dengan segera Saudara Direktur Utama PLN, Sofyan Basir karena kemampuannya, dan perkataannya tidak sejalan dengan kinerja dan watak pejabat negara.
Menurut Harli, hal ini bisa dilihat ketika merespon pertanyaan wartawan atas naiknya tarif listrik pada Jum’at (6/6/2017), Sofyan Basir mejawab, jika tarif listrik dalam tiap bulannnya mau turun dirinya menyarankan agar mencabut meteran PLN yang terpasang di rumah. Hal ini disampaikan kepada wartawan dalam buka puasa bersama dengan para jurnalis di restoran, di kawasan bilangan Jakarta Selatan.
“Apa yang disampaikan Direktur Utama PLN itu, sama sekali tidak mencerminkan watak sebagai pejabat negara dan pemimpin,” ucap Harli kepada Nusantarakini.com, Jakarta, Ahad (18/6/2017).
Ingat, lanjut Harli, Direktur PLN itu setara dengan pajabat negara. Apa lagi hubungan warga negara dengan PLN sangat kuta, karena PLN menggunakan sebagian besar dana APBN dalam menjalankan misinya.
Oleh karena itu, Harli meneruskan, PLN merupakan bagian dari perusahaan publik, direkturnya wajib memiliki tutur kata dan perbuata berlaku sopan mencerminkan prilaku moral yang yang diterima masyarakat.
“Sehubungan dengan itu, kami meminta tanggungjawab Menteri BUMN menertibkan institusi dibawahnya, termasuk menghukum Direktur PLN dengan cara mencopotnya,” tegas Harli.
Aktivis yang juga pengacara ini menyampaikan, apa yang disampaikan Direktur Utama PLN itu, merupakan pengalihan masalah dan menutupi kesalahannya, karena tarif listrik naik yang dirasakan konsumen/masyarakat semakin memberatkan. Padahal naiknya Tarik listrik merupakan tanggungjawab PLN mencari solusi dengan menyediakan tarif listrik yang bisa dijangkau oleh masyarakat.
“Kenaikan tarif listrik saat ini, sama sekali tidak mencerminkan dijalankannya prinsip Nama cita,” keluhnya.
Harli Muin meminta Menteri BUMN memilih direktur PLN harus didasarkan pada profesionalime, bukan karena tim sukses, relawan dan lainnya.
“Bukankah jabatan menteri BUMN ketika diangkat menjadi menteri bersumpah menjalankan hukum dan UUD 1945 dengan sunggug-sungguh?” tanya Harli.
“Kami minta Menteri BUMN dengan sungguh-sunggug menjalankan kewajibannya sebagai Menteri BUMN. Apa yang terjadi sekarang, merupakan wujud buruknya pengakatan pejabat di lingkungan BUMN, mulai dari tumpang tindih jabatan yang tidak dibolehkan dalam hukum, hingga pengangkatan komisaris hanya karena tim sukses,” sambung Harli dengan tegas mengakhiri keterangannya. [mc]