Nusantarakini.com, Jakarta –
Cak Nun dengan baik sekali mendedahkan tahap-tahap perkembangan kejiwaan politik umat manusia. Dia menemukan hal itu sebagai filsafat sejarah politik yang pantas diangkat.
Pertama, sebut dia, tahap materi. Lalu, tumbuhan. Kemudian hewan, menyusul, insan. Seterusnya hamba Tuhan, dan puncaknya, khalifah Allah.
Ini sesuai enam periode tahap penciptaan seperti yang dinyatakan oleh Allah dalam Alqur’an.
Era materi hingga era hewan telah kita lalui. Sekarang era insan. Jadi belum beranjak menjadi era hamba Tuhan, apalagi khalifatullah.
Era insan merupakan ciri politik masa sekarang. Sepenuhnya antroposentris. Semua hal diukur dari sudut kepentingan manusia.
Era insan bukanlah yang terbaik. Nyatanya, era ini ketidakadilan, huru-hara dan genocida terjadi berulang-ulang. Insan atau manusia, kata Allah, sungguh keterlaluan dan sadis. Menganggap dirinya serba cukup. Padahal manusia tidak kekal. Ujung-ujungnya akan kembali juga kepada Tuhan.
Tentu kita perlu maju selangkah menuju era hamba Allah. Karena kalau sudah masuk ke era hamba Allah, keserakahan sebagai biangkerok kerusakan bumi dan isinya, dapat diminimalisir.
Nanti, poros filsafat kehidupannya bukan lagi antroposentris. Tapi Allahsentris. Semuanya karena dan untuk Allah.
Jika itu beres, baru maju menjadi khalifatullah. Wakil Allah yang paten dan tepat untuk mengurusi segala hal di bumi.
Sekarang baru era insan, tapi sudah berlagak jadi deputy Allah di bumi. Akibatnya nama Allah dicatut untuk menggasak dan merampas apa saja kekayaan di bumi.
Inilah penghianatan manusia itu. Inilah penyimpangan mandat Allah itu. Fir’aun melakukannya dulu, hingga memproklamirkan diri, Tuhan Musa tidak ada. Yang ada Fir’aun sebagai Tuhan.
Sekarang ada hanyak pemimpin dunia berlagak kayak Fir’aun. Mereka tentu dimurkai oleh Allah. Kelak mereka dihadapkan di hari pengadilan tentang kelaliman yang mereka perbuat selama di dunia.
Nah, sekarang Indonesia merangkak mau kemana? Apa terus bertawaf di era insan atau maju menuju era hamba Allah atau melompat langsung ke era khalifatullah.
Ini belum apa-apa, pemerintahnya sudah alergi duluan dengan diksi khilafah? (sed)