Nusantarakini.com, Jakarta –
Tiba-tiba kita di Jakarta yang sibuk menghadapi isu Ahok dan bully terhadap umat Islam, dikejutkan dengan diputuskannya hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Qatar. Menyusul kemudian Bahrain, Kuwait dan Yaman juga mengikuti langkah Saudi.
Dinukilkan sebabnya ialah bahwa Qatar mendukung terorisme. Benar tidaknya klaim Saudi itu, mestinya didialogkan dulu dengan negara yang bersangkutan.
Tentu Timur Tengah menjadi panas dingin dengan konstelasi baru ini.
Ketegangan yang disulut putusnya hubungan diplomatik antara Saudi dan Qatar merembet ke mana-mana. Maklum, dua negara ini sebenarnya amat berpengaruh di dunia Sunni. Pengaruh mereka merambah hingga ke model berpikir dan mazhab politik.
Saudi sudah tentu dipandang sebagai porosnya salafi yang dulu disebut wahabi. Sedangkan Qatar, tempat suburnya ikhwanul muslimin. Di negeri itu, tokoh ikhwan yang moderat hidup dengan perlindungan. Siapa lagi jika bukan Syeikh Yusuf Qaradawy yang pemikiran dan buku-bukunya menjelajah ke berbagai negara-negara Muslim.
Wajar jika para ikhwan di Indonesia lebih membela Qatar ketimbang Saudi gara-gara kasus ini.
Lantas bagaimana kita menilai situasi dunia Islam, khususnya Timur Tengah saat ini dengan munculnya kasus serius ini?
Yang perlu dicatat di sini, dikabarkan Turki akan membela Qatar. Wajar, sebab pemerintahan Erdogan sebenarnya diisi para reformis ikhwanul muslimin. Sedangkan Qatar dipandang sebagai negara yang sangat bersahabat dengan ikhwan.
Jika Turki berdiri di belakang Qatar, maka lengkaplah perpecahan dunia Islam dan akan hangusnya Timur Tengah. Berarti terjadi segitiga konflik besar di Timur Tengah. Pertama, Iran-Suriah-Hauti Yaman versus Arab Saudi dan sekutu-sekutu dan proxinya. Ini jika ditarik sebenarnya konflik antara Syiah vs Sunni. Kedua, Arab Saudi dan sekutunya versus Qatar dan sekutunya. Ini sebenarnya mencerminkan Ikhwan versus Salafi dengan berbagai variannya. Ketiga, Turki dan proxinya melawan Iran-Suriah dan proxinya yang kini bertempur mati-matian di Suriah. Walhasil bila ditarik, ini menghasilkan tiga aktor konflik yang satu sama lain saling bersaing dan berkonfrontasi: syiah, salafi, dan ikhwan.
Mencermati hal ini, adalah sangat perlu waspada agar konflik dunia Islam ini tidak merambah ke seluruh dunia, terutama ke Indonesia. Namun, potensi eskalasinya ke Indonesia, cukup tinggi.
Arab Saudi kini tiba-tiba muncul dengan penuh percaya diri menjadi pemain penting dan ofensif dari konflik Timur Tengah. Keberadaan salah satu tokoh sentral umat Islam di Indonesia, Habib Rizieq Syihab, yang dalam perlindungan Arab Saudi, penting untuk dicermati. Bukan tidak mungkin Arab Saudi dapat memainkan kartu dengan keberadaan Habib Rizieq Syihab di negeri hijaz tersebut.
Saat ini, memang terjadi pergeseran yang cukup membahayakan dengan stabilitas di Timur Tengah. Amerika sendiri dipandang telah kewalahan menjadi patron dari Arab Saudi dan negara-negara teluk. Amerika ingin mengurangi peranan stabilitasnya di Timur Tengah akibat suatu faktor yang masuk akal, yaitu kemerosotan ekonomi dan keuangan negara yang paling boros sejagat tersebut. Peperangan di Timur Tengah yang menyeret Amerika, telah merongrong ekonomi negara koboi tersebut, ditambah lagi persaingan geopolitiknya yang semakin ketat dengan Rusia dan China. Kedua faktor ini, menyebabkan Amerika memutuskan lebih mengutamakan “memandang ke dalam” (inward looking) nasib dan kelangsungan negerinya sendiri ketimbang dunia eksternalnya. Terpilihnya Trump yang mengedepankan kebijakan “mengutamakan ke dalam” merupakan cerminan dari pergeseran itu.
Namun akibatnya, ibarat anak kucing yang kehilangan induk, negara-negara teluk mentransformasikan dirinya dengan cepat menjadi kucing-kucing dewasa yang siap memangsa dan melebarkan teritorial. Itulah yang tampaknya dilakukan oleh Arab Saudi saat ini.
Kontrak proyek militernya dengan Trump baru-baru ini mencapai nilai 100 miliar dollar, hendaknya dipandang sebagai suatu sinyal ekspansi pengaruh militer Saudi. Dia akan menjelma menjadi kekuatan militer paling ditakuti di Timur Tengah nanti.
Bagaimana pun, situasi terbaru Timur Tengah ini, tentu sangat disayangkan dan merugikan secara keseluruhan bagi dunia Islam.
Akan lebih baik jika setiap aktor-aktor konflik di Timur Tengah melakukan pendekatan persuasif dan berunding demi keuntungan dan stabilitas bersama.
Tidak ada yang lebih bahagia dari situasi Timur Tengah saat ini kecuali gerakan zionis, industri senjata, kapitalis raksasa, dan spekulan.
~ John Mortir