Nusantarakini.com, Jakarta –
BORGOL: ANTARA MELAWAN SOEHARTO DAN MELAWAN AHOK
Ketika Jaksa menjemput aku dari Rutan Kejaksaan untuk membawaku ke Cipinang awal Mei 1997 itu, aku hardik dia dan suruh pulang dia, karena tidak memberitahuku sebelumnya. Tiga hari kemudian baru aku dijemput lagi dan dibawa ke Lapas Cipinang untuk menjalani vonis 2 tahun 10 bulan penjara. Aku dipidana karena menghina dan menyebut Soeharto sebagai diktator.
Setiap Senin aku dijemput mobil tahanan dari Cipinang menuju Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menghadiri sidang dakwaan subversif dengan ancaman hukuman seumur hidup. Gara-gara mendirikan partai, menantang Soeharto untuk pilpres, menolak Soeharto menjadi capres tunggal dan menyiapkan tatanan baru bagi NKRI.
Dalam sidang hari pertama aku sempat meminta hakim ketua bersumpah tidak pernah jual-beli vonis, tapi hakim tidak peduli. Pengacara Adnan Buyung Nasution meminta maaf atas kelakuanku. Aku juga sempat meminta JPU diganti, karena dia tidak lain adalah jaksa penyidik yang pernah berusaha memukul mukaku sewaktu aku menolak di-BAP. Setelah sidang ditunda 3 minggu, JPU benar-benar diganti atas persetujuan Jaksa Agung.
Selama itu, sebagai terdakwa aku sama sekali tidak pernah DIBORGOL!!. Para petugas lapas dan polisi semua baik dan ramah kepadaku. Dalam hati, mereka mendukung perlawananku kepada Soeharto.
Lain sekali dengan yang terjadi pada Jamran dan Rijal, terdakwa dalam Kasus Penghinaan dan Kebencian terhadap Ahok, yang sidangnya sedang berjalan hari-hari ini, juga di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pergi-pulang dari Lapas Cipinang, selama sebulan terakhir ini, dua kali sidang dalam seminggu, kedua tangan mereka berdua DIBORGOL, sungguh kurang ajar!
Saya sempat marah kepada seorang Jaksa waktu jeda sidang. Si Jaksa membela diri dengan mengatakan itu urusan Jaksa Tinggi. Saya ganti menjawab, bahwa para Jaksa itu satu korps, yang juga mengirim Terdakwa ke Cipinang.
Saya pun mendesak pengacara untuk meminta kepada Majelis Hakim agar pemborgolan yang tidak berperikemanusiaan itu diakhiri. Para Terdakwa itu adalah intelektual, sarjana, belum terbukti bersalah dan bukan Pembunuh pula!
Saya perhatikan Hakim Ketuanya cukup ramah, demikian juga JPU-nya, tapi sangat mungkin hati nurani mereka telah beku terbeli oleh keangkuhan Ahok. Sama seperti JPU dalam sidang-sidang Ahok, yang menuntut Ahok bebas. Tidak mungkin kalau mereka tidak tahu soal pemborgolan itu!
Soeharto memang diktator. Penjara-penjara penuh dengan mereka yang melawannya. Tetapi kenapa Ahok, Si Mulut Kotor, Penista Agama, Penantang Tuhan, Pelanggar HAM dan lain-lain itu, bisa membikin para Penegak Hukum menjadi tunduk tidak berdaya. Mungkin mereka bisa dibeli, seperti yang biasa terjadi dalam Mafia Peradilan! (mc)
*Sri Bintang Pamungkas, akademisi, mantan politisi dan mantan terpidana politik.