Nusantarakini.com, Jakarta –
Tak banyak yang berempati bagaimana dilematis dan pahitnya perasaan hati orang-orang miskin, baik yang berada di kubu Anies maupun di kubu Ahok. Beginilah yang terjadi jika umat di akar rumput miskin dan melarat, sementara elit-elit umat suka hidup enak dan mewah.
“Gimana lagi, ya Allah. Anak harus sekolah. Dapur harus ngebul. Istri harus berhenti ngomel. Munafik munafik, lah. Yang penting Tuhan maklum dengan kemiskinan, kami,” kata Asmawi di dalam hatinya, saat kebagian tugas membagikan sembako Ahok ke majlis-majlis taklim yang dianggap NU.
Dia harus mengambil pekerjaan itu demi meringankan beban hidup yang semakin ke sini semakin sulit. Betapa tidak, dirinya hanya bekerja sebagai tukang ojek online.
Lain Asmawi, lain Askodar. Askodar adalah pecinta Habib Rizieq. Karena mengikuti arahan pujaannya, dia dengan tulus mendukung kampanye-kampanye Anies, kendati tidak dibayar dan tidak pernah bertemu dengan calon gubermur tersebut.
Dalam pikirannya, bergelut bayangan Ahok yang sinis bin angkuh dan ancaman sinaisasi dan kristenisasi Jakarta. Bayangan tersebut memompa tekadnya untuk bagaimana caranya agar Ahok gagal mendapatkan kursi gubernur.
Setiap hari hatinya panas membaca berita tentang kampanye Ahok. Satu-satunya penawar batinnya yang panas adalah mendengarkan ceramah-ceramah Habib idolanya yang berkobar.
Entah kenapa saat mendengar ceramah-ceramah lantang itu, adrenalin dan kedahagaan akan Islam yang heroik, terpenuhi. Saat semacam itu, dia merasa harga dirinya sebagai manusia yang berdaulat, terasa dan teraktualisasi. Kendati harus lupa dengan nasib anak isterinya yang tidak jelas di rumah yang cicilannya masih belasan tahun.
Memuja dan mengikuti Habib Pujaannya itu menjadi kompensasi atas kemalangan nasib yang dirasakannya sebagai orang miskin dan tak masuk hitungan.
Jadi baik Asmawi, NU pendukung Ahok, dan Askodar yang sejatinya juga NU, tapi pengikut Habib Rizieq sekaligus pendukung Anies, sama-sama kisah umat yang dicekik kemiskinan dan kemelaratan.
Kisah ini hanya ilustrasi pedalaman bathin orang-orang miskin yang kebetulan satu sama lain berhadap-hadapan kubu, padahal asal muasal dan peri hidup mereka sama.
~ Abu Hanief