Nusantarakini.com, Jakarta –
Pelecehan Steven pada Gubernur NTB sesungguhnya bukan fenomena baru. Kebiasaan merendahkan pribumi adalah keseharian warga Tionghoa dimana-mana. Menghardik karyawan, merendahkannya dan menekan karyawan pribumi adalah fenomena jamak.
Kenyataan paling menghentak sebenarnya adalah sebutan ‘tiko’. Tak kurang Tanri Abeng, Tuan Guru Bajang Gubernur NTB serta seorang hakim menceritakan secara terbuka ketersinggungan mereka soal ini. Masalahnya tidak hanya soal sebutan ‘tiko’ yang sangat kasar tetapi juga fakta bahwa ‘mereka membicarakan kita secara sembunyi-sembunyi’. Menjadi pertanyaan publik, jadi apa lagi yang mereka bicarakan di belakang kita semua?
Sikap seperti ini sekaligus menggambarkan sikap tidak mencintai Indonesia. Dan sikap melecehkan pribumi seperti ini ternyata punya sejarah menarik dan bukan saja di Indonesia tapi di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura dll. Perilaku warga keturunan Tionghoa di Asia Tenggara adalah lebih loyal pada tanah leluhur daripada tanah tempat mereka kini hidup dan tinggal.
Salah satu tokoh nasionalis Indonesia, pejuang kemerdekaan RI bernama Liem Koen Hian. Dia anggota BPUPKI dan memimpin harian Sin Tit Po, koran berhaluan nasionalis Indonesia yang cukup radikal di zamannya. Liem Koen Hian adalah salah satu pendiri negara Indonesia. Dia salah satu tokoh anti Belanda dan pro kemerdekaan Indonesia.
Tetapi tokoh sehebat dia yang sudah makan asam garam perjuangan, bukan pedagang yang pragmatis tapi pejuang yang disebut-sebut cinta Indonesia saja, ternyata kecintaannya pada Indonesia itu amatlah kecil.
Hanya 7 tahun sesudah Liem Koen Hian ikut memerdekakan Indonesia, tepatnya di tahun 1952 dia melepas kewarganegaraan Indonesia dan memilih menjadi warga negara Tiongkok.
Liem Koen Hian, tokoh Tionghoa yg ikut berjuang dan juga anggota BPUPKI bersama Bung Karno dan Bung Hatta, saja nasionalismenya ternyata seperti itu, bayangkan anak-anak muda pragmatis di lingkungan Tionghoa macam Steven dan generasinya yang sekarang. Steven, apakah Anda lebih mencintai NKRI atau Tiongkok? Bila Anda terpojok, apakah Anda akan pindah kewarganegaraan seperti leluhur Anda, Liem Koen Hian?
Umpatan Steven tak pelak juga mengingatkan kita pada teladan terkemuka dari kalangan Tionghoa Indonesia –selain Liem Koen Hian– yaitu Ahok. Umpatan Steven seperti buah yang jatuh dari pohon Ahok. Dan ini sekadar contoh sebuah sikap arogan dan di lubuk hati paling dalam mereka tidak pernah mencintai negeri ini sebagai negerinya sendiri.
Tiko hanyalah umpatan yang sangat kasar. Umpatan yang sah kita menyimpulkannya sebagai sikap tidak mencintai negara ini dan Pancasilanya.
Ungkapan soal tiko ini juga melahirkan pertanyaan, apalagi yang mereka bicarakan di belakang kita semua? Seperti apa Steven bersama keluarganya membicarakan pembantu, supir atau teman-teman pribuminya? Atau apakah Ahok, Yunarto Wijaya, Aguan, Sunny menggunakan kata ‘tiko’ kalau membicarakan Anda? (mc)
*Anton Pranoto, Pemerhati Sejarah Tionghoa Asia Tenggara